Logo BBC

China Guyur Utang hingga Hibah Rp12 Kuadriliun ke 165 Negara

Pekerja di Provinsi Jiangsu, China. Costfoto/Barcroft Media via Getty Images via BBC Indonesia
Pekerja di Provinsi Jiangsu, China. Costfoto/Barcroft Media via Getty Images via BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Banyak kesepakatan dalam pinjaman jangka pendek China juga menuntut agunan yang tak biasa. Semakin meningkat, utang China tampaknya menuntut peminjam untuk menjanjikan uang tunai yang berasal dari penjualan sumber daya alam.

Kesepakatan dengan Venezuela misalnya, menuntut mereka menyetor mata uang asing [sebagai deposito] yang diperoleh dari penjualan minyak secara langsung ke rekening bank yang dikendalikan pemerintah China. Jika pembayaran utang lewat tenggat waktu, pemberi pinjaman dari China dapat segera menarik uang tunai dari rekening tersebut.

"Ini benar-benar nampak seperti strategi roti dan mentega, yang mereka gunakan untuk memberikan sinyal kepada para peminjam bahwa `Kamilah bosnya`," jelas Brad Parks. Pesan mereka adalah: `Kalian akan kembali bayar utang pada kami sebelum yang lain, karena kamilah satu-satunya sangat penting untuk kalian.`

"Ini pendapatan bagi negara-negara miskin, dolar dan euro, untuk mengunci mereka dalam di rekening luar negeri yang dikontrol oleh kekuatan asing."

"Apakah China pintar?" tanya Anna Gelpern, seorang professor hukum Georgetown yang terlibat dalam penelitian AidData awal tahun ini. Ia terlibat dalam pemeriksaan kontrak utang dari China.

"Menurut saya, kesimpulan kami adalah mereka kuat dan licin dalam kontrak ini. Mereka sangat melindungi kepentingan mereka sendiri."

Negara-negara bisa menjadi peminjam yang sulit [untuk ditagih], jelas Gelpern, dan tidak praktis mengharapkan mereka menyerahkan aset secara fisik seperti pelabuhan, jika mereka tak mampu membayar utang.

China mungkin akan segera menghadapi kompetisi dari dunia internasional. Pada pertemuan negara-negara maju, G7, Juni lalu, AS dan sekutunya mengumumkan inisiatif "Build Back Better World" initiative, dengan janji untuk mendanai proyek infrastruktur global yang berkelanjutan secara finansial dan lingkungan.

Namun, rencana itu mungkin datang terlambat.

"Saya ragu kalau inisiatif negara-negara Barat akan membuat banyak tekanan pada program China," kata David Dollar, peneliti di Brookings Institution sekaligus mantan perwakilan Departemen Keuangan AS di China.