Di PBB, Menlu Retno Ingatkan Dunia Jangan Lupakan Krisis Rohingya
- VIVA/Dinia
VIVA – Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengingatkan dunia agar tidak mengesampingkan isu Rohingya di tengah krisis Myanmar yang dipicu oleh kudeta militer.
Pernyataan itu dia sampaikan dalam High Level Event on Rohingya Crisis, yang digelar di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat pada Rabu (22/9).
“Saya sampaikan bahwa dalam setiap pertemuan yang membahas krisis politik di Myanmar, Indonesia selalu mengingatkan bahwa masih adanya satu PR (pekerjaan rumah) besar yang jangan sampai dikesampingkan, yaitu penyelesaian masalah Rohingya,” kata Menlu Retno ketika memberikan pengarahan pers secara virtual pada Kamis.
Dalam pertemuan yang dihadiri Perdana Menteri Bangladesh, Menlu Brunei Darussalam, Menlu Turki, Menlu Gambia, Menlu Inggris, dan Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam itu, Menlu RI mengatakan bahwa warga Rohingya sudah menderita cukup lama karena belum ada perkembangan perbaikan yang signifikan atas situasi mereka.
Kondisi pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp di Cox’s Bazar, Bangladesh, semakin diperburuk oleh pandemi COVID-19 mengingat kerentanan mereka terhadap infeksi virus sementara tingkat vaksinasi mereka masih rendah.
Karena itu, Indonesia mengajak komunitas internasional untuk membantu menyalurkan vaksin COVID-19, alat kesehatan, dan obat-obatan untuk pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar.
“Masyarakat internasional harus bekerja sama untuk memastikan pengungsi Rohingya dapat segera memperoleh akses vaksin,” kata Retno.
Indonesia juga menyeru masyarakat internasional untuk membantu menciptakan kondisi yang mendukung kembalinya pengungsi Rohingnya ke rumah mereka di Myanmar.
Dalam konteks itu, Menlu Retno menekankan pentingnya penyelesaian krisis politik di Myanmar dengan segera, antara lain melalui implementasi Konsensus Lima Poin yang telah disepakati para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
“Krisis politik yang berkepanjangan akan menghambat upaya repatriasi (Rohingya),” ujar dia.
Indonesia juga mendorong masyarakat internasional untuk mendukung kerja AHA Centre, yang saat ini sedang melakukan penyaluran bantuan kemanusiaan di Myanmar, termasuk kepada warga Rohingya di sana.
Sedikitnya 700.000 warga Rohingya melarikan diri dari rumah mereka di Negara Bagian Rakhine ke Bangladesh pada 2017 selama operasi oleh tentara di bawah komando Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang kini menjadi perdana menteri dan kepala junta Myanmar.
Masalah ini sangat sensitif di Myanmar, di mana permusuhan terhadap Rohingya sangat dalam. Warga Rohingya mengeluhkan diskriminasi dan perlakuan buruk di Myanmar, negara yang tidak mengakui mereka sebagai warga negara.
Kelompok hak asasi internasional mengkritik isu tersebut. Mereka mengatakan bahwa ratusan ribu warga etnis Rohingya berhak atas kewarganegaraan, bukan diperlakukan secara diskriminatif dan dicap sebagai imigran gelap. (Ant/antara)