Laporan Perubahan Iklim: 216 Juta Orang Bakal Mengungsi Hingga 2050
- ANTARA FOTO/Siswowidodo
VIVA – Sebuah laporan Bank Dunia yang dirilis pada Senin 13 September 2021 mengungkapkan sebanyak 216 juta orang bakal mengungsi dari rumah mereka, karena perubahan iklim dalam 30 tahun ke depan.
Laporan tersebut memproyeksi tiga skenario berbeda akibat dampak perubahan iklim yang terjadi secara lambat, seperti kelangkaan air, penurunan hasil panen dan kenaikan permukaan laut, dan juga mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil untuk aksi dan pembangunan iklim. Laporan itu mengatakan skenario ini dapat menghasilkan jutaan "migran iklim" pada tahun 2050, kata AP dilansir dari Newsweek, Selasa 14 September 2021.
Skenario kasus terbaik, perubahan iklim dengan emisi tingkat rendah dan pembangunan inklusif yang berkelanjutan akan membuat 44 juta orang mengungsi dari rumah mereka.
Dalam skenario terburuk, Afrika Sub-Sahara—wilayah yang paling rentan karena wilayah gurun, garis pantai yang rapuh, dan ketergantungan penduduk pada pertanian—akan mengalami pergerakan migrasi paling banyak, dengan hingga 86 juta migran iklim bergerak di dalam batas-batas negara.
Afrika Utara, bagaimanapun, diperkirakan memiliki proporsi terbesar dari migran iklim, dengan 19 juta orang mengungsi, setara dengan sekitar 9 persen dari total populasi, terutama karena meningkatnya kelangkaan air di pantai timur laut Tunisia, pantai barat laut Aljazair, Maroko barat dan selatan, dan kaki bukit Atlas tengah, kata laporan itu.
Di Asia Selatan, Bangladesh sangat terpengaruh oleh banjir dan gagal panen yang menyumbang hampir setengah dari perkiraan migran iklim. Diperkirakan 19,9 juta orang mengungsi, termasuk peningkatan jumlah perempuan, bergerak pada tahun 2050 di bawah skenario pesimistis.
"Ini adalah realitas kemanusiaan kita sekarang, dan kami khawatir ini akan menjadi lebih buruk, di mana kerentanan lebih akut," kata Direktur Pusat Iklim Bulan Sabit Merah Palang Merah Internasional, Profesor Maarten van Aalst.
Laporan tersebut tidak melihat migrasi iklim lintas batas. "Secara global kita tahu bahwa tiga dari empat orang yang berpindah tinggal di dalam negaranya," kata Dr. Kanta Kumari Rigaud, kepala spesialis lingkungan di Bank Dunia dan salah satu penulis laporan tersebut.
Namun, pola migrasi dari pedesaan ke perkotaan sering mendahului pergerakan lintas batas. Orang-orang yang terkena dampak konflik dan ketidaksetaraan juga lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, karena mereka memiliki sarana yang terbatas untuk beradaptasi.