Kisah 5 Perempuan, Termasuk di Indonesia, Hidup di Bawah Hukum Islam
- bbc
Saya lahir dan dibesarkan di Teheran. Di sekolah dan universitas saya, saya belajar bersama anak laki-laki.
Kebanyakan orang tua di Iran ingin anak-anak mereka masuk jurusan kedokteran atau teknik, tapi saya gagal masuk ke sekolah kedokteran gigi dan kuliah di jurusan bahasa Inggris. Saya sekarang mengajar di sekolah taman kanak-kanak.
Perempuan di Iran dapat melakukan perjalanan ke berbagai kota. Perempuan lajang dapat menyewa rumah dan tinggal sendirian. Mereka juga dapat check-in ke hotel sendiri.
Saya punya mobil sendiri dan saya suka mengemudi berkeliling kota. Tidak perlu pendamping laki-laki, tetapi jilbab adalah wajib.
Kalau polisi agama melihat pasangan muda yang melakukan hal-hal nakal atau perempuan mengenakan mantel pendek, mereka akan berada dalam masalah. Petugas biasanya melepaskan mereka setelah menerima suap.
Kadang-kadang pelanggar dapat dibawa ke kantor polisi dan orang tua mereka akan dipanggil untuk mempermalukan mereka.
Saya berkencan dengan pacar saya selama empat tahun sebelum saya menikah. Saya biasa pergi ke bioskop, taman, dan berbagai tempat bersamanya. Saya beruntung. Tidak ada yang menghentikan kami dan memeriksa apakah kami sudah menikah atau tidak.
Orang tua saya dulu sangat keras. Mereka selalu ingin saya pulang sebelum pukul 21:00 dan tidak mengizinkan saya bepergian dengan teman-teman saya. Saya menjadi lebih bebas setelah menikah.
Alkohol dilarang. Kami tidak punya bar. Tapi orang-orang membelinya dan meminumnya secara diam-diam. Di pesta-pesta kebanyakan orang minum. Saya pribadi tidak minum - saya benci rasa pahit alkohol.
Saya tidak mau punya anak - gaji kami terlalu rendah untuk membayar pengasuh. Mengurus rumah, anak-anak, dan memperhatikan suami saya akan terlalu berat bagi saya.
Saya percaya pada Tuhan, tetapi saya bukan orang yang religius. Saya tidak salat setiap hari.