Lebih dari 200 LSM Minta PBB Embargo Senjata ke Junta Myanmar

VIVA Militer: Tentara Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw)
Sumber :
  • Sada El Balad

VIVA – Lebih dari 200 organisasi global mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan embargo senjata di Myanmar, Rabu 5 Mei 2021. Mereka menyatakan perlu tindakan segera  untuk membantu melindungi pengunjuk rasa damai dari pemerintahan militer dan lawan junta lainnya.

Digembleng Sebulan Lebih, 27 Prajurit Wanita Angkatan Laut Dapat Brevet Terjun Payung Free Fall dari Wakasal

Pernyataan yang dibuat oleh organisasi non-pemerintah (LSM) itu mengatakan militer telah menunjukkan ketidakpedulian yang tidak berperasaan terhadap kehidupan manusia sejak kudeta 1 Februari. Militer Myanmar telah membunuh sedikitnya 769 orang termasuk 51 anak-anak, usia termuda enam tahun, dan menahan ribuan aktivis, jurnalis, pegawai sipil dan politisi. Ratusan orang lainnya telah hilang.

"Tidak ada pemerintah yang boleh menjual satu peluru pun ke junta dalam keadaan ini. Menerapkan embargo senjata global terhadap Myanmar adalah langkah minimum yang diperlukan Dewan Keamanan untuk menanggapi kekerasan militer yang meningkat," kata kelompok organisasi LSM itu dilansir dari CNA, Kamis 6 Mei 2021.

Tentara Korut Ditarik dari Perbatasan Ukraina, Ada Apa?

Organisasi-organisasi tersebut mendesak Inggris, negara Dewan Keamanan yang bertanggung jawab untuk menyusun resolusi tentang Myanmar, untuk memulai negosiasi sebuah resolusi yang mengesahkan embargo senjata sesegera mungkin. 

"Ini akan menunjukkan kepada junta bahwa tidak akan ada lagi bisnis seperti biasa ", kata mereka.

TNI Siapkan 514 Titik Lahan Guna Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis Ala Presiden Prabowo

Dewan Keamanan, yang beranggotakan 15 orang telah mengeluarkan beberapa pernyataan sejak kudeta, menuntut pemulihan demokrasi dan pembebasan semua tahanan termasuk Aung San Suu Kyi. Dewan Keamanan juga mengutuk keras penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai dan kematian ratusan warga sipil. 

Dewan Keamanan juga menyerukan kepada militer untuk menahan diri sepenuhnya dan semua pihak untuk menahan diri dari kekerasan. Dewan juga menekankan kebutuhan untuk sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan untuk mengupayakan dialog dan rekonsiliasi, serta mendukung upaya diplomatik oleh 10 negara anggota ASEAN dan utusan khusus PBB, Christine Schraner Burgener, untuk menemukan solusi.

"Waktu untuk pernyataan telah berlalu. Dewan Keamanan harus membawa konsensusnya tentang Myanmar ke tingkat yang baru dan menyetujui tindakan segera dan substantif," kata 200 organisasi non-pemerintahan itu.

Mereka mengatakan embargo senjata oleh PBB terhadap Myanmar akan membatasi pasokan langsung atau tidak langsung, penjualan atau transfer semua senjata, amunisi, dan peralatan terkait militer lainnya, termasuk penggunaan barang-barang seperti kendaraan dan peralatan komunikasi dan pengawasan. Pelatihan intelijen dan bantuan militer lainnya juga harus dilarang, kata mereka.

Advokat Senior Amnesty International PBB, Lawrence Moss, mengatakan banyak negara memasok senjata ke Myanmar. Mengutip penelitian dan informasi Amnesty dari sumber tepercaya lainnya, dia mengatakan Rusia telah memasok pesawat tempur dan helikopter serang ke Myanmar. 

Sementara China telah memasok pesawat tempur, senjata angkatan laut, kendaraan lapis baja, drone pengintai, dan membantu industri angkatan laut Myanmar. Selain itu, ia mengatakan, persenjataan China, dan kendaraan lapis baja telah diberikan ke kelompok etnis bersenjata, terutama Tentara Kemerdekaan Kachin.

Moss mengatakan Ukraina juga telah memasok militer Myanmar dengan kendaraan lapis baja, dan terlibat dalam produksi bersama kendaraan lapis baja di Myanmar. Turki telah menyediakan senapan dan selongsong peluru. 

India telah menyediakan kendaraan lapis baja, pengangkut pasukan dan peralatan angkatan laut, termasuk kapal selam dengan torpedo, dan Serbia telah mencatat transfer sejumlah kecil sistem artileri dan senjata kecil.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya