Pelabuhan Disewa China 99 Tahun, Australia Tinjau Ulang Kontrak

Pelabuhan Darwin, Australia.
Sumber :
  • NT government

VIVA – Australia tengah meninjau kembali kontrak sewa selama 99 tahun oleh sebuah perusahaan China atas pelabuhan komersial dan militer di Darwin, menurut laporan surat kabar Sydney Morning Herald pada Minggu malam 2 Mei 2021.

China: Veto AS atas Rancangan Resolusi DK PBB untuk Gaza Tunjukkan Standar Ganda

Perusahaan Landbridge Group, yang dimiliki oleh miliarder China Ye Cheng, memenangkan kontrak untuk mengoperasikan pelabuhan komersial di Darwin pada tahun 2015, sebagai bagian kesepakatan senilai 506 juta dolar Australia dengan pemerintah negara bagian Northern Territory.

Kontrak sewa tersebut telah menjadi kontroversi sejak awal dan masih menjadi sorotan nasional, di tengah meningkatnya ketegangan diplomatik dan ekonomi antara Australia dan China. 

Brutal! Pengendara Mobil SUV Ini Tabrak Anak SD dan Orang Tua di China

Dilansir ABC, Senin 3 Mei 2021, bulan lalu sebuah komite parlemen federal menyarankan pemerintah federal Australia mempertimbangkan untuk mengklaim kembali kepemilikan Australia atas pelabuhan itu, jika penyewaan dianggap bertentangan dengan kepentingan nasional. 

Para pejabat pertahanan Australia sedang memeriksa apakah perusahaan Landbridge Group harus dipaksa menyerahkan kepemilikannya atas pelabuhan di Darwin dengan alasan keamanan nasional, kata Sydney Morning Herald.

Masa Tenang Pilkada, Car Free Day di Sudirman-Thamrin Tidak Diberlakukan pada 24 November 2024

Komite keamanan nasional telah meminta departemen pertahanan untuk "kembali dengan beberapa masukan" tentang kontrak sewa itu dan peninjauan sedang dilakukan, kata Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton.

Departemen pertahanan, Landbridge Australia, dan kedutaan besar China di Canberra belum menanggapi berita tersebut.

Landbridge, yang memiliki hubungan dekat dengan militer China menurut beberapa laporan media, memenangkan proses penawaran pada 2015 untuk mengoperasikan pelabuhan di Darwin tersebut dalam kesepakatan senilai 506 juta dolar Australia atau sekitar Rp5,63 triliun.

Keputusan tahun 2015 itu mengejutkan Amerika Serikat karena pelabuhan tersebut adalah sisi selatan operasi militer AS di Pasifik. Media Australia melaporkan bahwa Presiden Barack Obama saat itu menyatakan kemarahannya pada Perdana Menteri Malcolm Turnbull karena tidak memberi tahu dia tentang kesepakatan itu.

Pekan lalu, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengatakan dia akan bertindak mengenai status kepemilikan pelabuhan itu jika masalah keamanan nasional diangkat.

Australia merombak undang-undang investasi asing hampir setahun yang lalu. Perombakan itu memberi pemerintah kekuasaan untuk mengubah atau memberlakukan ketentuan baru pada kesepakatan bisnis atau memaksa divestasi, bahkan setelah kesepakatan disetujui oleh Badan Penanaman Modal dan Peninjau Asing.

Hubungan antara Australia dan China memburuk setelah Canberra tahun lalu menyerukan penyelidikan internasional tentang asal-usul COVID-19, yang mendorong tindakan pembalasan di bidang perdagangan dari Beijing. (Antara/Ant)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya