Amnesty International Desak ASEAN Selidiki Kejahatan Junta Myanmar
- ANTARA
VIVA – Organisasi pegiat hak asasi manusia Amnesty International mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk menyelidiki pemimpin junta Myanmar atas kejahatan terhadap kemanusiaan, di tengah laporan bahwa ia akan menghadiri pertemuan puncak regional mengenai krisis di negaranya minggu ini.
Pertemuan puncak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan diadakan di Jakarta pada Sabtu 24 April 2021. Pertemuan itu rencananya akan dihadiri Jenderal Senior Min Aung Hlaing, kepala junta Myanmar yang menggulingkan pemerintah sipil pada 1 Februari 2021.
"Sebagai negara pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Menentang Penyiksaan, Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk menuntut atau mengekstradisi tersangka pelaku di wilayahnya," kata Amnesty dalam sebuah pernyataan, Jumat 23 April 2021.
Konferensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN itu adalah upaya internasional pertama untuk meredakan krisis di Myanmar, di mana pasukan keamanan telah membunuh ratusan pengunjuk rasa pro demokrasi sejak kudeta Februari lalu.
Ini juga merupakan ujian bagi ASEAN, yang secara tradisional tidak mencampuri urusan internal negara anggota dan bergerak berdasarkan konsensus.
"Krisis Myanmar yang dipicu oleh militer memberi ASEAN ujian terbesar dalam sejarahnya," kata Wakil Direktur Regional untuk Riset Amnesty, Emerlynne Gil, dalam pernyataan itu.
"Komitmen non-intervensi dari blok tersebut adalah ide yang tidak efektif. Ini bukan masalah internal bagi Myanmar tetapi masalah hak asasi manusia dan kemanusiaan yang besar, yang berdampak pada seluruh wilayah dan sekitarnya," tutur Gil, menjelaskan.
Sebuah kelompok yang terdiri dari 45 organisasi nonpemerintah Asia Tenggara mengatakan undangan ke Min Aung Hlaing untuk menghadiri KTT ASEAN telah "memberikan legitimasi untuk pembantaian genosida yang dilakukan oleh rezim militer terhadap warga dan rakyatnya sendiri".
Sebaliknya, kelompok itu mendesak para pemimpin ASEAN untuk memasukkan anggota parlemen Myanmar yang digulingkan oleh militer untuk menghadiri pertemuan di Jakarta.
"Para pemimpin ASEAN tidak akan dapat mencapai apa pun pada KTT untuk menyelesaikan krisis saat ini, tanpa berkonsultasi dan bernegosiasi dengan perwakilan sah rakyat Myanmar," kata kelompok itu dalam sebuah surat yang diterbitkan di media sosial.
Anggota ASEAN termasuk Myanmar, Brunei Darusaalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Sejauh ini, militer Myanmar tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berbicara dengan anggota pemerintah yang digulingkannya. Militer bahkan menuduh beberapa dari mereka melakukan pengkhianatan, yang dapat dihukum mati.
Pekan lalu, politisi prodemokrasi Myanmar, termasuk anggota parlemen yang digulingkan, mengumumkan pembentukan Pemerintah Persatuan Nasional yang anggotanya mencakup pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, yang telah ditahan sejak kudeta, serta para pemimpin protes dan etnis minoritas.
Junta menyebutnya sebagai organisasi yang melanggar hukum.
Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik, sebuah kelompok aktivis Myanmar, mengatakan 739 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta dan 3.300 orang ditahan. (Antara/Ant)