Junta Myanmar Akan Bayar Pelobi Keturunan Israel Rp28,8 Miliar

Aksi protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa, 2 Maret 2021.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Seorang pelobi keturunan Israel-Kanada, Ari Ben-Menashe, yang disewa oleh junta Myanmar akan dibayar dua juta dolar AS (Rp28,8 miliar)  untuk "membantu menjelaskan situasi sebenarnya" tentang kudeta militer di Myanmar kepada Amerika Serikat dan beberapa negara lain.

Hamas: Gencatan Senjata di Gaza Mandek karena Penjajah Israel Ajukan Syarat-syarat Baru

Hal itu ditunjukkan dalam dokumen-dokumen yang diajukan ke Departemen Kehakiman Amerika Serikat.

Ari Ben-Menashe dan perusahaannya, Dickens & Madson Canada, akan mewakili pemerintah militer Myanmar di Washington untuk memberikan penjelasan tentang kudeta, serta melobi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Israel dan Rusia, dan badan-badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, menurut sebuah perjanjian konsultasi.

5 Kebiasaan Penyebab Uang Cepat Habis di Akhir Tahun, Nomor 3 Pasti Pernah Kamu Lakuin!

Perusahaan yang berbasis di Montreal itu akan membantu perancangan dan pelaksanaan kebijakan untuk pembangunan yang menguntungkan bagi Republik Persatuan Myanmar, dan juga untuk membantu menjelaskan situasi nyata di negara itu, menurut isi perjanjian.

Dokumen perjanjian itu pada Senin, 8 Maret 2021, diserahkan kepada Departemen Kehakiman AS sebagai bagian dari kepatuhan terhadap Undang-Undang Pendaftaran Agen Asing di AS dan dipublikasikan secara daring.

Hindari Boros! 5 Tips Cerdas Atur Keuangan Rumah Tangga di Tengah Tren Belanja Online

Seorang juru bicara pemerintah militer Myanmar tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters untuk dimintai komentar.

Dalam nada yang disambut dengan skeptisisme yang luas, Ben-Menashe mengatakan kepada Reuters bahwa dia telah ditugaskan oleh junta untuk meyakinkan Amerika Serikat bahwa para jenderal Myanmar ingin bergerak lebih dekat ke negara-negara Barat dan menjauh dari China.

Dia juga mengatakan bahwa para jenderal Myanmar itu ingin memukimkan kembali warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dari serangan militer pada 2017, di mana PBB menuduh para jenderal yang sama terlibat dalam aksi genosida.

"Sangat tidak masuk akal bahwa dia bisa meyakinkan Amerika Serikat tentang narasi yang dia usulkan," kata John Sifton, direktur advokasi Asia di Human Rights Watch.

Dokumen lain yang diserahkan oleh Ben-Menashe menunjukkan bahwa perjanjian telah disepakati dengan menteri pertahanan yang ditunjuk junta Jenderal Mya Tun Oo, dan bahwa pemerintah junta akan membayar perusahaan Dickens & Madson Canada sebesar dua juta dolar AS.

Mya Tun Oo dan jenderal tinggi lainnya telah diberi sanksi oleh Departemen Keuangan AS dan pemerintah Kanada, sehingga dokumen itu menyebutkan bahwa pembayaran akan dilakukan "jika diizinkan secara hukum".

Sejumlah pengacara mengatakan kepada Reuters bahwa Ben-Menashe bisa jadi melanggar aturan sanksi terhadap Myanmar.

"Sepanjang dia memberikan layanan kepada pihak-pihak yang terkena sanksi dari Amerika Serikat tanpa izin, itu akan tampak sebagai pelanggaran hukum AS," kata Peter Kucik, mantan penasihat senior tentang sanksi di Departemen Keuangan AS.

Departemen Keuangan AS menolak berkomentar perihal tersebut.

Ben-Menashe mengatakan kepada Reuters bahwa dia telah menerima nasihat hukum bahwa dia akan membutuhkan lisensi dari Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan AS dan pemerintah Kanada untuk menerima pembayaran. Tetapi dia mengatakan tidak akan melanggar hukum dalam upaya lobi mewakili junta.

"Ada masalah teknis di sini, tetapi kami akan menyerahkannya kepada pengacara dan OFAC untuk menanganinya," katanya, seraya menambahkan bahwa pengacaranya telah menghubungi pejabat Departemen Keuangan AS.

Lebih dari 60 pengunjuk rasa telah tewas dan 1.900 orang telah ditangkap sejak 1 Februari ketika para jenderal Myanmar merebut kekuasaan dan menahan para pemimpin sipil termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya