Inggris Beri Sanksi ke Militer Myanmar Atas Pelanggaran HAM
- Facebook MyanmarNow
VIVA – Pemerintah Inggris mengumumkan sanksi terhadap para anggota militer Myanmar, atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius pasca kudeta.
Inggris akan memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan, terhadap tiga anggota rezim militer Myanmar, karena peran mereka dalam pelanggaran HAM serius selama kudeta.
Dalam hal ini, Inggris akan menjatuhkan sanksi pada Menteri Pertahanan Jenderal Mya Tun Oo karena pelanggaran HAM berat oleh militer. Juga sanksi ke Menteri Dalam Negeri Letjen Soe Htut dan Wakil Menteri Dalam Negeri Than Hlaing, karena bertanggung jawab atas pelanggaran HAM oleh Kepolisian Myanmar.
Baca juga: RI Akan Kembali Gelar Ekspo Terbesar di Pasifik Oktober 2021
"Tindakan ini menargetkan individu, bukan negara, dan merupakan upaya untuk menunjukan kepatuhan terhadap sistem internasional berbasis aturan serta membela korban-korban pelecehan dan pelanggaran HAM di dunia," tulis keterangan resmi Kedutaan Besar Ingris di Jakarta, Jumat 19 Februari 2021.
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengutuk kudeta militer dan penahanan sewenang-wenang terhadap Aung Saan Suu Kyi, beserta para tokoh politik lainnya.
Bersama sekutu internasionalnya, Inggris akan meminta pertanggungjawaban militer Myanmar, atas pelanggaran hak asasi manusia dan menuntut keadilan bagi rakyat negara tersebut.
Menanggapi kudeta dan pelanggaran HAM di Myanmar, Kementerian Luar Negeri dan Departemen Perdagangan Internasional Inggris juga telah meluncurkan uji kelayakan, untuk mengurangi risiko bisnis militer yang beroperasi di Inggris dan aliran uang ilegal yang terkait.
Sementara itu melalui rilisnya, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, mengatakan Inggris telah bergabung dengan Indonesia dan banyak negara lain, mengungkapkan keprihatinan atas deklarasi keadaan darurat di Myanmar pada 1 Februari.
Owen menggarisbawahi peran utama ASEAN, dalam mengamankan keamanan dan perdamaian di kawasan. Inggris juga menyambut baik pernyataan para pemimpin ASEAN, yang mengingatkan mengenai kepatuhan pada prinsip demokrasi, supremasi hukum dan pemerintahan yang baik, penghormatan dan perlindungan HAM dan kebebasan fundamental.
Inggris telah memimpin tanggapan internasional yang kuat dan terkoordinasi untuk mendukung rakyat Myanmar dan memberikan tekanan pada militer.
Langkah ini termasuk memimpin pernyataan Menteri Luar Negeri G7 pada 3 Februari; mengadakan pertemuan mendesak Dewan Keamanan PBB dan mengkoordinasikan pernyataan dari semua anggota yang mengutuk kudeta pada 4 Februari; serta memimpin Sidang Khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB (HRC) pada 12 Februari.