Logo DW

Konflik Yaman: 10 Tahun Arab Spring, Harapan Baru Mengakhiri Konflik?

Suhaib Salem/REUTERS
Suhaib Salem/REUTERS
Sumber :
  • dw

Protes damai untuk perubahan yang dilakukan dengan nyanyian dan tarian di alun-alun, dan sukses menyebabkan pengunduran diri Presiden Saleh pada 25 Februari 2012, telah berubah menjadi krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Sekitar 80% hampir 30 juta orang di Yaman sekarang membutuhkan bantuan kemanusiaan, sementara 20 juta orang menghadapi kekurangan pangan, dan lebih dari 100.000 orang telah meninggal, menurut badan pengungsi PBB UNHCR.

Situasi kian memburuk

Situasinya semakin buruk dalam 10 tahun terakhir, dengan hampir tujuh tahun di antaranya Yaman dilanda perang saudara. Dimulai dengan kegagalan politik penerus Saleh, Abed Rabbo Mansour Hadi, yang tidak memiliki solusi untuk mengatasi masalah korupsi, pengangguran dan kekurangan pangan.

Situasi diperparah oleh serangan jihadis di selatan dan fakta bahwa aparat keamanan tetap setia kepada mantan Presiden Saleh. Selain itu, gerakan Houthi yang muncul dari minoritas Syiah dan didukung oleh kekuatan Syiah regional, Iran, menguasai bagian utara negara itu. Kaum Houthi didukung oleh orang Yaman yang kecewa (termasuk Sunni) ketika mereka menaklukkan Sana'a pada akhir 2014.

Abed Rabbo Mansour Hadi akhirnya melarikan diri dari Yaman ke Arab Saudi. Inilah yang membuat delapan negara Arab Sunni lainnya, termasuk Arab Saudi, terlibat dalam konflik tersebut. Pertempuran berubah menjadi perang saudara yang berkecamuk. Tujuan Sunni yang didukung oleh Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis adalah untuk mengalahkan Houthi, memulihkan pemerintahan Hadi dan mengakhiri pengaruh Iran di Yaman. Secara khusus, Arab Saudi bersikeras untuk mengamankan perbatasan dengan Yaman dari musuh bebuyutannya, Iran.

"Sejak awal terjadinya perang hingga sekarang, alasan perang ini terus berkecamuk adalah karena pendanaan asing dan motivasi dari berbagai proxy untuk terlibat dalam perang lebih lanjut," ujar Sama'a Al-Hamdani, seorang analis politik Yaman dan urusan perempuan, kepada DW.

"Iran, Arab Saudi, Turki dan banyak negara terlibat dan tertarik untuk melihat perang Yaman terus berkecamuk," kata al-Hamdani.