Logo DW

Konflik Yaman: 10 Tahun Arab Spring, Harapan Baru Mengakhiri Konflik?

Suhaib Salem/REUTERS
Suhaib Salem/REUTERS
Sumber :
  • dw

"Hari-hari pertama berjalan indah; kami berkumpul di Tahrir Square dan bersemangat untuk bertemu orang-orang yang berpikiran sama," kata Reem Jarhum saat mengingat awal revolusi di ibu kota Yaman, Sanaa.

Sudah 10 tahun sejak Jarhum, yang sekarang berusia 32 tahun, dan teman-temannya serta anak muda Yaman lainnya turun ke jalan untuk menuntut perubahan.

Saat itu, orang yang berkuasa di Yaman, Ali Abdullah Saleh, telah memimpin sejak 1978 hingga Mei 1990 sebagai presiden Republik Arab Yaman. Setelah itu berlanjut sebagai presiden Yaman. Secara total, ia berkuasa selama 33 tahun, satu tahun lebih lama dari Hosni Mubarak mantan presiden Mesir yang digulingkan pada 11 Februari 2011, tepat saat revolusi Yaman sedang berlangsung.

Penggulingan Mubarak "adalah lampu hijau bagi orang Yaman," kata Jarhum.

Aktivis Yaman, Tawakkol Karman, juga turut ambil bagian dalam protes itu. Dia sekarang berusia 42 tahun dan disebut "ibu revolusi." Dia memprotes korupsi sejak 2007 dan selalu bersikeras untuk berdialog secara damai dengan pemerintah terlepas dari serangan gas air mata dan penggerebekan brutal polisi terhadap pengunjuk rasa yang berasal dari kalangan muda.

Karman dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2011 bersama dengan aktivis perdamaian Liberia Ellen Johnson Sirleaf dan Leymah Gbowee. Dia menjadi orang Yaman pertama dan perempuan Arab pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi tersebut. Dia menerima penghargaan karena memainkan "peran utama dalam perjuangan untuk hak-hak perempuan dan untuk demokrasi dan perdamaian di Yaman."

"Setelah revolusi kami menjalani tiga tahun terindah yang pernah ada," kata Karman kepada kantor berita Reuters pada Januari.