Logo BBC

Pendapat Hukum Inggris: Ada Bukti China Niat Hancurkan Muslim Uighur

BBC Indonesia
BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Lanjut pandangan itu, "Fakta bahwa anak-anak kehilangan kesempatan untuk menjalankan kebudayaan Uighur ... bahwa mereka kadang diberi nama [etnis] Han, dan bahwa mereka kadang menjadi target adopsi keluarga etnis Han, semua memperkuat bukti bahwa pemindahan paksa mereka dijalankan dengan maksud menghancurkan populasi Uighur sebagai suatu kelompok etnis."

China, Muslim Uighur, Xi Jinping
Getty Images
Pendapat hukum itu menyatakan ada kasus yang "masuk akal" bahwa kebijakan atas kaum Uighur langsung berasal dari Presiden Xi Jinping.

Secara signifikan, pandangan hukum itu menyatakan bahwa ada kasus yang "masuk akal" bahwa tanggung jawab personal atas genosida itu ada pada Presiden Xi dan dua pejabat senior China - Zhu Hailun, deputi sekretaris Kongres Rakyat Xinjiang, dan Chen Quanguo, sekretaris partai di Xinjiang.

Pendapat itu merujuk pada bocoran dokumen internal Partai Komunis, dan bukti lain, yang menyatakan bahwa "Xi mengendalikan arahan menyeluruh kebijakan negara dan telah membuat serangkaian pidato yang mendesak perlakuan hukuman bagi kaum Uighur. Chen dan Zhu telah bertindak atas kebijakan menyeluruh itu dengan merancang dan melaksanakan langkah-langkah yang telah dijalankan di XUAR, termasuk penahanan dan pengawasan massal."

"Kami mengangap bahwa ada suatu kasus yang kredibel atas tiap tiga individu tersebut terkait kejahatan atas kemanusiaan," demikian pernyataan itu.

"Bukti yang ditinjau di atas menunjukkan keterlibatan dekat Xi Jinping, Chen Quanguo, dan Zhu Hailun dalam menginisiasi dan menerapkan serangkaian tindakan yang, diterapkan bersama-sama, menargetkan kaum Uighur secara serius dan sejauh yang bisa disimpulkan bermaksud untuk menghancurkan kelompok tersebut, lanjut pernyataan itu.

"Dalam keadaan demikian, kami menganggap bahwa ada kesimpulan yang masuk akal bahwa tiga individu tersebut memiliki niat untuk menghancurkan, begitu pula mendukung mereka atas kasus genosida."