Logo DW

Promosikan Obat Ajaib COVID-19, Presiden Venezuela Banjir Kritik

picture-alliance/dpa/Prensa Miraflores/J. Zerpa
picture-alliance/dpa/Prensa Miraflores/J. Zerpa
Sumber :
  • dw

Para ilmuwan di dalam dan luar negeri tetap skeptis. Akademi Kedokteran Nasional Venezuela dalam sebuah pernyataan pada Senin malam (25/01) mengatakan bahwa Carvativir memang “memiliki potensi terapeutik terhadap virus corona.”

“Meskipun demikian, adalah bijaksana jika kita menunggu lebih banyak data dari tes Carvativir … untuk menganggapnya sebagai kandidat pengobatan COVID-19,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Merespons klaim Maduro, Fransisco Marty, seorang ahli penyakit menular di Brigham and Women’s Hospital di Boston, menuliskan cuitan di akun Twitternya: “Klaim pengobatan untuk merek #Carvativir untuk #COVID19 tidak dibuktikan kebenarannya oleh data klinis apa pun, tetapi melihat konferensi pers dari Maduro, hal ini mungkin memunculkan euforia kegembiraan lain di sosial media terkait obat sublingual.”

David Boulware, profesor kedokteran dan dokter penyakit menular di Universitas Minnesota Medical School juga mencatat kurangnya bukti ilmiah dari obat “ajaib” Maduro. “Ini sama saja seperti hal lain, di mana orang-orang mencoba menjual semacam ‘kacang ajaib’ sebagai solusi untuk masalah yang kompleks,” katanya kepada Associated Press, Selasa (26/01).

“Ini akan sangat bagus jika berhasil, tetapi saya ingin melihat datanya,” tambah Boulware.

Ini bukan pertama kalinya Maduro mempromosikan sebuah pengobatan. Pada bulan Oktober lalu, dia memberi tahu Organisasi Kesehatan Pan American bahwa para ilmuwan Venezuela menemukan sebuah molekul yang mampu membatalkan kapasitas replikasi virus corona baru. Meski begitu, Maduro belum membicarakan perkembangan penemuan tersebut sejak saat itu. Maduro juga pernah memperomosikan teh herbal khusus yang ia klaim dapat menangkal virus dan penyakit lainnya.

Bukan hanya Maduro, ada beberapa pemimpin negara lain yang juga menerima solusi pengobatan yang sejatinya ditolak oleh studi ilmiah. Sebut saja mantan presiden AS Donald Trump dan Jair Bolsonaro dari Brasil. Mereka berdua sama-sama keras kepala memuji obat antimalaria meskipun penelitian berulang kali menemukan bahwa obat itu tidak efektif dan dimungkinkan berbahaya.