Warga Indonesia di AS Ikut Waswas Jelang Pelantikan Joe Biden
- abc
Ketika Joe Biden mendampingi Presiden Barack Obama dilantik 12 tahun lalu, suasana Amerika Serikat akan berbeda dengan pelantikan Joe Biden hari Rabu waktu setempat di Washington DC (20/01).
Sejumlah warga Indonesia yang tinggal di ibu kota Amerika Serikat itu ikut merasakan perbedaan suasana politik dan kehidupan di Amerika Serikat saat ini.
"Sewaktu pelantikan Presiden Obama [tahun 2008] terasa sekali perasaan gembira dan perayaan demokrasi," kata Oscar Zaky, warga asal Indonesia di Washington DC.
"Apalagi dengan terpilihnya Barack Obama sebagai presiden pertama dalam sejarah Amerika yang berlatar belakang keturunan Afrika," tambahnya kepada wartawan ABC Sastra Wijaya.
"Waktu itu penonton sangat banyak, dan wilayah "National Mall" di Washington DC penuh sekali dari mulai Capitol Hill sampai Lincoln Memorial dari ujung ke ujung dipenuhi orang."
"Sewaktu Presiden Trump dilantik, suasana sudah tidak enak, karena dia sebenarnya menang di perhitungan Electoral College, tapi kalah di popular vote, dan itu yang menjadi beban dia walaupun menang," jelas Oscar yang sudah tinggal di Amerika Serikat sejak tahun 1993.
Suasana yang berbeda juga dirasakan pendeta John Mambu yang tinggal di Fullerton, California, sekitar empat ribu kilometer dari Washington DC.
Pendeta John Mambu yang tinggal di Fullerton, California sejak tahun 1984. (Foto: Supplied)
Pendeta John yang mengelola gereja Presbitarian Indonesia di Fullerton berasal dari Indonesia dan sudah tinggal di AS sejak tahun 1984.
"Saya sudah pernah merasakan perpindahan kekuasaan sejak Presiden Jimmy Carter, kemudian ke Ronald Reagan, Bush Senior, Bill Clinton, Bush Junior, Barack Obama, Donald Trump dan sekarang Joe Biden," kata John Mambu kepada ABC Indonesia.
"Unjuk rasa sudah biasa terjadi di Amerika Serikat."
"Namun ini kemudian menjadi chaos [rusuh], banyak orang tidak menyangka ini akan terjadi seperti ini," kata Pendeta John.
Perpindahan kekuasaan di Amerika Serikat biasanya berlangsung teratur dan tidak pernah terjadi dalam suasana tegang seperti sekarang.
Sudah hampir dua minggu, tentara AS yang disebut Garda Nasional dikerahkan untuk mengamankan keadaan di Washington DC.
Pasukan bersenjata telah dikerahkan untuk menjaga keamanan saat pelantikan Joe Biden hari Rabu waktu setempat, terutama di ibu kota Washington DC. (AP Photo: J Scott Applewhite)
Ini disebabkan karena adanya kerusuhan 6 Januari lalu, saat ribuan orang yang diketahui pendukung Presiden Donald Trump memasuki Gedung Kongres Capitol, sebuah peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya selama 100 tahun terakhir.
"Sekarang ini Washngton DC menjadi seperti benteng dengan pengamanan berlipat-lipat, mulai dari pembatas beton, pagar kawat, dan angkatan bersenjata sejumlah 25.000 orang, lebih besar dari total tentara Amerika di Iraq, Syria, dan Afghanistan," jelas Oscar.
Seorang warga asal Indonesia lainya, Hendrik Boen, yang tinggal di Georgia, negara bagian Atlanta, mengatakan ia mendengar kemungkinan adanya kericuhan atau kerusuhan di hari pelantikan Joe Biden.
Namun sejauh ini menurutnya kehidupan di kota tempatnya tinggal terasa "biasa saja".
"Suasana di mana tempat kami tinggal biasa-biasa saja, hanya saja banyak orang mengatakan akan ada kericuhan atau perang Sipil."
"Sampai detik ini saya tidak melihat adanya kemungkinan kericuhan tersebut," katanya.
Sejumlah warga Indonesia di Amerika Serikat ikut beda pendapat Oscar Zaky adalah presiden di organisasi masyarakat Indonesia di Washington DC: Indonesian American Association. (Foto: Supplied)
Oscar adalah presiden organisasi masyarakat Indonesia di Washington DC, "Indonesian American Association" sejak lima tahun terakhir.
Ia merasa selama empat tahun terakhir kepemimpinan Presiden Trump sangat kontroversial dan secara umum menyebabkan negara-negara lain mempertanyakan kepemimpinan Amerika secara global.
Menurutnya juga masalah keadilan sosial menjadi isu utama di luar negeri.
"Menurut saya sangat kelihatan sekali Trump mendukung kaum White supremacist dan mereka merasa di atas angin dengan berani melakukan berbagai hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi."
"Memang Trump sangat populer di kalangan Republican dan mereka sangat mendukung Trump, apa pun yang dia katakan walaupun sebagian adalah informasi salah."
"Akibatnya sekarang masyarakat Amerika menjadi terbelah dua," kata Oscar.
Pendeta John Mambu di California mengatakan ada sekitar 150 jemaat di gerejanya dan dari sekitar 100 gereja Indonesia di negara bagian tersebut, gerejanya termasuk yang memiliki jumlah umat yang besar.
Ia mengatakan umat di gerejanya sedikit terpecah menjadi dua kubu saat Presiden Trump berkuasa, terutama berkaitan dengan soal imigrasi.
"Dalam pembicaraan ketika selesai kebaktian sebelum masa COVID kadang terjadi perdebatan seru ketika makan-makan," kata Pendeta John.
"Sebagian mereka yang sudah menjadi warga negara AS, entah karena menikah, mendukung kebijakan Presiden Trump untuk membatasi migrasi," ujarnya.
"Sementara mereka yang masih memiliki green card menentang pembatasan [migrasi]. Biasanya kubu pendukung Trump adalah pendukung Partai Republik sedangkan yang lain adalah kelompok Demokrat."
Namun menurut Pendeta John, dari sisi ekonomi selama empat tahun, Presiden Trump berhasil menciptakan lapangan kerja, setidaknya di kalangan jemaatnya.
Menurutnya latar belakang Presiden Trump yang bukan politisi, namun dari kalangan bisnis, menjadi salah satu hal yang membedakannya dengan presiden-presiden Amerika sebelumnya.
"Di kalangan jemaat gereja tidak banyak saya dengar pembicaraan mengenai tidak adanya pekerjaan."
"Kerjaan banyak dan itu berarti ekonomi cukup baik." kata Pendeta John Mambu.
Ia mengatakan jemaat gerejanya yang tinggal di Fullerton, sekitar 45 kilometer dari Los Angeles tersebut, sebagian bekerja sebagai perawat atau kurir pengantar barang.
Tapi sejumlah warga Indonesia lainnya yang tinggal di Amerika Serikat sudah menyampaikan harapannya agar pemilihan presiden AS beberapa waktu yang lalu tidak akan menganggu hubungan di antara mereka.
Berharap situasi akan lebih sejuk
Dengan akan dilantiknya Presiden terpilih Joe Biden, Pendeta John berharap situasi politik di Amerika Serikat yang memanas selama beberapa bulan terakhir akan menurun.
"Dalam pengalaman saya, keadaan seperti ini adalah gejolak politik yang terjadi dari masa ke masa."
"Mudah-mudahan setelah ini keadaan mereda."
"Walau setelah kejadian 6 Januari, ada juga kekhawatiran di kalangan orang-orang yang saya ajak bicara mengenai kemungkinan yang akan terjadi."
Pendeta John mengatakan sekarang perhatian diarahkan pada proses pelantikan berjalan.
"Biasanya upacara perpindahan kekuasaan itu seperti sebuah pesta, orang ingin menonton apa yang terjadi, namun sekarang juga ada perasaan waswas," ujarnya.
Sementara Oscar berharap Presiden Joe Biden nantinya bisa segera memperbaiki keadaan di Amerika Serikat.
"Tugas Presiden Joe Biden berat karena negara masih berada dalam kondisi pandemi, belum lagi perpecahan yang terjadi."
Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus COVID-19 tertinggi di dunia saat ini, dengan angka kasus yang tidak menunjukkan penurunan dan menembus 24 juta, meski sudah ada memulai program vaksinasi.
"Harapannya ia bisa menyembuhkan luka dari perpecahan yang ada sekarang antara pendukung Trump dan pendukung dia, walaupun agak susah, karena pendukung Trump sangat percaya dengan apapun yang Trump katakan."
"Harapan lainnya adalah memperbaiki kondisi ekonomi negara, supaya semua orang bisa bekerja lagi dan tidak tergantung kepada pemerintah. Dia harus memulihkan ekonomi segera," kata Oscar.