Gedung Kongres Diserang, Apakah Kelompok Milisi AS Semakin Aktif
- bbc
Kelompok-kelompok kanan-jauh seperti mereka yang turut menyerang Capitol, gedung Kongres Amerika Serikat, semakin bertambah dan menjadi ancaman serius di seluruh wilayah negara itu, kata para ahli.
Sejak kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November 2020, keterlibatan kelompok-kelompok bersenjata dalam demonstrasi semakin meningkat.
Itulah temuan The Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED), organisasi yang menelusuri kekerasan politik.
Di samping itu, Badan Penyelidik Federal (FBI) memperingatkan kemungkinan terjadinya protes bersenjata di semua 50 negara bagian menjelang pelantikan Biden pada Rabu (20/01).
The Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED) mengatakan kelompok-kelompok kanan-jauh semakin sering turun dalam demonstrasi menentang hasil pemilihan presiden.
Protes kemungkinan besar akan diwarnai kekerasan jika anggota milisi turut serta dalam aksi, menurut ACLED.
Tidak hanya lebih sering mengikuti protes, mereka juga meningkatkan program pelatihan dan perekrutan.
Berapa jumlah kelompok milisi di AS?
Terdapat puluhan kelompok milisi di AS yang mempunyai ideologi berbeda-beda, tetapi secara umum mereka menentang pemerintah.
Meskipun mereka tidak secara khusus menyuarakan penggunaan kekerasan, seringkali mereka adalah kelompok bersenjata dan sebagian dari mereka telah terlibat dalam demonstrasi yang diwarnai kekerasan.
Banyak di antara mereka mengatakan tindakan itu dilakukan untuk membela diri sehubungan dengan ketakutan yang mereka yakini bahwa pemerintah federal semakin intrusif, terutama tentang pengendalian senjata.
Sejumlah negara bagian mengharuskan kelompok milisi mengantongi izin dari pemerintah negara bagian, tetapi amandemen kedua konstitusi AS membatasi skala kontrol yang dapat diterapkan terhadap aktivitas kelompok milisi.
Jumlah kelompok milisi di AS menurun antara tahun 2017 hingga 2019, yang menurut peneliti masalah milisi, Amy Cooter, telah menjadi pola umum ketika presidennya berasal dari Partai Republik.
Walaupun biasanya antipemerintah, kelompok-kelompok itu semakin mendekat ke Presiden Trump.
"Mayoritas kelompok-kelompok itu memandang Trump sebagai sosok yang paling mendekati presiden yang mereka idolakan sejauah ini," jelas Cooter.
Kegiatan kelompok milisi ini menyebar di sebagian besar wilayah AS.
Menurut para ahli, risiko kekerasan tetap akan tinggi bahkan sesudah pelantikan Biden.
Siapa saja milisi-milisi itu?
Dua di antara kelompok milisi AS yang paling terkenal adalah Oath Keepers dan Three Percenters.
Keduanya didirikan sesudah Barack Obama dipilih sebagai presiden, atas landasan keyakinan bahwa pemerintah federal "berusaha menghancurkan kebebasan rakyat Amerika", menurut organisasi antiekstremisme, Southern Poverty Law Center (SPLC).
- Kronologi visual insiden penyerangan Gedung Capitol di AS
- Siapa perempuan yang tewas dalam kerusuhan di Capitol Hill?
- Para pemimpin dunia kecam kerusuhan di Gedung Capitol
Nama Oath Keepers diambil dari praktik bahwa para anggotanya disumpah untuk membela UUD AS. Perkiraan Anti-Defamation League (ADL) menyebutkan anggota Oath Keepers berjumlah antara 1.000 hingga 3.000 orang, tetapi pengaruhnya jauh lebih luas.
Ada juga milisi Three Percenters yang namanya diambil dari klaim tak benar bahwa hanya 3% rakyat AS yang berjuang melawan Inggris dalam Perang Kemerdekaan.
Baru-baru ini, Proud Boys dan Boogaloo Bois naik daun, umumnya karena keterlibatan mereka dalam kekerasan di jalan-jalan.
Boogaloo Bois adalah kelompok yang tidak begitu terikat. Anggotanya seringkali menyuarakan keinginan untuk menggulingkan pemerintah dengan mengangkat senjata, sedangkan Proud Boys, didirikan tahun 2016, beranggotakan mereka yang menentang imigran dan semuanya laki-laki.
Para anggota kelompok-kelompok tersebut tampak dalam aksi penyerbuan gedung Capitol pada tanggal 6 Januari.
Purnawirawan militer masuk milisi
Kehadiran pensiunan personel militer di gedung Capitol menimbulkan kekhawatiran tentang keterlibatan mereka di kelompok-kelompok milisi.
Tim penyelidik mengkaji penggunaan taktik oleh sebagian dari mereka yang terlibat. Taktik itu biasanya diberikan kepada personel militer dan aparat penegak hukum, seperti aba-aba dengan tangan untuk mengumpulkan dan mengarahkan massa.
Kantor berita Associated Press melaporkan bahwa setidaknya 22 anggota aktif maupun veteran militer AS atau penegak hukum telah diidentifikasi berada di dekat atau atau berada di dekat lokasi kerusuhan gedung Capitol.
Para ahli telah lama mengangkat masalah ekstremisme di kalangan militer, termasuk dalam keterangan mereka kepada Komite Militer di DPR pada Februari 2020.
"Terdapat veteran militer yang kesulitas menemukan tempat di masyarakat setelah bertugas di militer," kata Freddy Cruz, analis riset di lembaga SPLC.
"Kelompok-kelompok ekstrem antipemerintah berusaha memanfaatkan rasa ketidakstabilan ini dengan menawarkan citra adanya struktur, stabilitas dan persahabatan, ciri-ciri yang umumnya ditemukan di lingkungan militer," tambah Cruz.
Tak jarang pengumuman perekrutan anggota secara khusus menunjukkan calon yang dibidik adalah mereka yang mempunyai pengalaman militer atau kepolisian.
"Sangat sulit mengetahui jumlah pasti berapa anggota milisi yang berasal dari pensiunan militer, karena `keanggotaan` milisi seringkali cair," kata Hampton Stall, peneliti senior dan ahli masalah milisi di ACLED.
"Anggota baru yang mempunyai pengalaman di militer seringkali diberi status lebih tinggi dibandingkan anggota lama milisi yang tidak mempunyai pengalaman itu."
Stewart Rhodes, pendiri Oath Keepers, adalah mantan angkatan darat. Sejumlah analis keamanan mengatakan Rhodes berhasil merekrut para veteran.
Jumlah anggota polisi aktif dan personel militer aktif yang mengaku sebagai anggota Oath Keepers cukup sedikit, kata ADL.
"Oath Keepers lebih berhasil merekrut mantan personel militer, jumlah mereka jauh lebih besar untuk direkrut," menurut ADL.
Dalam tinjauan tahunan terbaru oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri, diperingatkan bahwa supremasi kulit putih yang berbau kekerasan adalah "ancaman paling berbahaya dan terus menerus di dalam negeri".
Selama periode delapan bulan pertama tahun 2020, mayoritas rencana teror dan serangan di dalam negeri AS dilakukan oleh kelompok kanan-jauh - jauh lebih banyak dibandingkan ancaman dari kelompok kiri-jauh atau kelompok-kelompok jihad - menurut Center for Strategic and International Studies, Washington.