DPR Soroti Kejahatan Kemanusiaan di Afganistan

Politikus PDIP TB Hasanuddin (tengah)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Novrian Arbi

VIVA – Sejak sepekan terakhir, berbagai media di Australia dan dunia Barat memberitakan kasus pembunuhan 39 warga sipil Afganistan oleh Pasukan Khusus Australia di Afganistan yang terjadi beberapa tahun silam dan baru terungkap.

Indomie Sejumlah Rasa Ditarik dari Peredaran di Australia, Indofood Buka Suara

Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengatakan, pengiriman pasukan asing ke suatu negara maksudnya untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) warga setempat, walau pada praktiknya bisa terjadi pelanggaran di tingkat lapangan.

“Kasus pembunuhan 39 warga Afganistan tersebut merupakan salah satu bentuk kejahatan. Pasukan yang harusnya melindungi HAM warga sipil justru melanggar,” kata TB Hasanudin kepada wartawan, Minggu, 6 Desember 2020. 

Peredaran 2 Varian Rasa Indomie Ini Ditarik dari Pasar Australia

“Ada ketimpangan ketika negara maju mengirimkan pasukan ke negara berkembang atau negara miskin, berulangkali terjadi pelanggaran dengan korban rakyat sipil di negara berkembang atau negara miskin. Akan tetapi oknum prajurit yang melakukan kejahatan atau pelanggaran justru dilindungi ketika kembali ke negara asalnya,” ujarnya.

Kasus pembunuhan 39 warga sipil Afganistan dalam laporan BBC tanggal 27 November 2020 menjelaskan, kasus pembunuhan terjadi dalam kurun 2009-2013 melibatkan 13 anggota Pasukan Khusus – Special Air Service yang ditempatkan di Afganistan. BBC melaporkan 25 prajurit SAS terlibat langsung atau membantu pembunuhan 39 warga sipil Afganistan dalam 23 kasus terpisah.

Australia Tarik 3 Produk Indomie dari Peredaran, Ini Alasannya

Disebutkan bukti bahwa prajurit SAS junior diberikan kesempatan untuk memiliki pengalaman perdana membunuh manusia, senjata dan beberapa perkakas ditempatkan di dekat jenazah warga Afganistan untuk menutupi kejahatan tersebut, dan ada dua kejahatan kepada warga sipil Afganistan berupa perlakuan kejam.

TB Hasanudin mencontohkan, peristiwa pembantaian lebih dari 300 warga Vietnam di Desa My Lai oleh tentara Amerika Serikat. Komandan pasukan Amerika tersebut kemudian dibebaskan oleh Mahkamah Militer di Amerika Serikat.

“Sepertinya nyawa manusia di negara miskin atau berkembang tidak ada artinya dengan perlakuan istimewa yang diterima oknum prajurit asal negara maju. Seperti ada standar ganda dalam menerapkan hak asasi manusia,” kata TB Hasanudin.

Dia mengingatkan, dalih melindungi HAM kerap digunakan oleh suatu negara maju untuk menekan negara lain. Semisal kasus invasi militer Amerika Serikat ke Irak dengan dalih adanya senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction – WMD) di Irak yang ternyata hingga akhir perang tidak ditemukan adanya senjata tersebut. Padahal Irak telanjur hancur, dan begitu banyak rakyat Irak menjadi korban dari serbuan militer koalisi pimpinan Amerika Serikat tersebut.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf mengatakan, Australia harus menuntaskan investigasi terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan prajurit pasukan khusus di Afganistan. Dalam sebuah konflik bersenjata, hukum HAM internasional mengenal adanya pembedaan yakni kombatan dan nonkombatan.

“Warga sipil adalah bagian dari nonkombatan yang harus dilindungi dan tidak boleh menjadi sasaran sengketa bersenjata. Pembunuhan terhadap 39 warga sipil Afganistan oleh tentara Australia adalah pelanggaran HAM internasional. Di sisi lain, kasus tersebut juga menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam menyikapi dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan prajurit TNI di dalam negeri. Seperti kasus penembakan Pendeta Yeremia di Kabupaten Intan Jaya,” kata Al Araf.

Kritik juga disampaikan anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten Bidang Kerja Sama Luar Negeri, Sukron Makmun yang 14 tahun hidup di Timur Tengah mengatakan, dalam keadaan perang tidak dibenarkan membunuh warga sipil.

“Mengacu pada hukum Agama Islam, di dalam perang ada hal yang harus dihindari yakni membunuh anak, wanita, warga lanjut usia, dan menghancurkan tempat ibadah. Tindakan membunuh sesama kombatan pun tidak boleh melampaui batas seperti merusak tubuh lawan. Kehormatan lawan pun harus dijaga,” kata Sukron.

Sukron Makmun menyayangkan adanya standar ganda dalam menerapkan hak asasi manusia terutama dalam rangka perlindungan HAM bagi warga di negara miskin atau berkembang yang dilakukan pihak Barat dan negara maju.

Situs berita Al Jazeera, koran The Washington Post, dan The Guardian menurunkan rangkaian liputan khusus dan opini menyoroti kasus pembunuhan 39 warga Afganistan yang diduga melibatkan lebih dari 20 anggota pasukan khusus SAS Australia.

Baca juga: 2 Warga Afganistan di Tangsel Terpapar COVID-19

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya