15 Tahun Angela Merkel Menjadi Kanselir Jerman, Ahli Atasi Krisis
- dw
Krisis pengungsi pada tahun 2015/2016 menjadi tantangan baru buat Angela Merkel. Tanpa mendengarkan keberatan dari partainya sendiri, Merkel membuka pintu bagi satu juta pengungsi Suriah dan Irak yang ingin ke Jerman. "Kita mampu!" begitu bunyi kredo yang ia dengungkan. Namun belakangan Merkel dibanjiri kritik karena tidak punya rencana kongkrit mengenai nasib pengungsi setelah mereka tiba di Jerman.
Akibat kebijakan ini, partai CDU pada pemilu tahun 2016 kehilangan banyak suara dan partai ultra kanan yang antipengungsi dan anti-Islam yaitu AfD memperoleh banyak dukungan. Popularitas Merkel juga terus merosot akibat krisis pengungsi. Dalam sebuah jajak pendapat di majalah politik Cicero tahun 2016, sekitar 64 persen responden menyatakan tidak mau lagi dipimpin Merkel setelah masa jabatannya habis di tahun 2017.
Terkait kebijakannya itu, Merkel mengakui telah "kehilangan kendali" dan mengatakan pembukaan perbatasan yang memungkinkan ratusan ribu orang masuk adalah "kesalahan" yang tidak boleh terulang. Hingga tahun 2020 ia pun tetap jadi kanselir Jeman.
Pada awal tahun ini, krisis pengungsi kembali terjadi di perbatasan Yunani-Turki. Namun Jerman tampaknya belajar dari kesalahan mereka pada lima tahun sebelumnya. Partai ekstrem kanan AfD semakin populer, serangan ekstremis kanan juga makin meningkat di dalam negeri. Merkel tahu bahwa ia harus sangat berhati-hati dalam menangani krisis kali ini.
Tekanan radikalisme memang makin menguat di Eropa, tidak hanya dari ekstremis sayap kanan, tetapi juga kaum fundamentalis berbasis agama. Merkel percaya bahwa negara-negara di Uni Eropa harus bekerja sama dalam menghadapi krisis ini.
Pandemi, teori konspirasi, dan percaya akal sehat
Di ujung masa jabatannya, Merkel rupanya tidak dibiarkan rileks, wabah corona melanda dunia. Hingga kini wabah ini telah merenggut jutaan nyawa, dan menjungkirbalikkan kehidupan banyak orang.