Demonstrasi Thailand: Demonstran Bikin Kantor Polisi Berlumur Cat
- bbc
Ribuan pengunjuk rasa di Thailand berkumpul di luar markas polisi di Bangkok dan menyiram bagian depan bangunan itu dengan cat, pada Rabu (18/11) malam, sehari setelah aksi yang diwarnai kekerasan menyebabkan puluhan orang terluka.
Didorong kemarahan pada keputusan pemerintah menolak usulan reformasi konstitusi - tuntutan kunci para pengunjuk rasa - serta tuduhan aksi kekerasan oleh polisi, para demonstran melemparkan ember-ember berisi cat warna-warni dan menyemprotkan grafiti pada fasad bangunan markas kepolisian Kerajaan Thailand.
Polisi membarikade diri mereka sendiri di dalam markas dan tidak turun tangan.
Thailand telah diguncang oleh unjuk rasa yang dipimpin mahasiswa selama berbulan-bulan. Mereka menuntut reformasi konstitusi, pencopotan perdana menteri negara itu, serta perubahan pada monarki.
Pada Selasa (17/11), Thailand mengalami unjuk rasa yang diwarnai kekerasan terbesar dalam beberapa bulan terakhir, ketika para demonstran bentrok dengan polisi.
Sedikitnya 40 orang terluka setelah pengunjuk rasa melemparkan bom asap dan kantung-kantung berisi cat ke arah polisi, yang membalas dengan meriam air dan gas air mata.
Para pengunjuk rasa berusaha mencapai parlemen, tempat para anggota legislatif memperdebatkan kemungkinan perubahan pada konstitusi, termasuk usulan kontroversial oleh kelompok sipil Dialog Internet untuk Reformasi Hukum (iLaw) yang didukung banyak pengunjuk rasa.
Usulan itu meminta pemerintahan yang lebih demokratis dan transparan, serta reformasi yang memastikan hanya anggota parlemen terpilih yang bisa menjadi perdana menteri. Thailand saat ini memiliki sistem yang membolehkan parlemen untuk menominasikan orang yang tidak dipilih oleh rakyat sebagai PM.
Pada Rabu (18/11) sore, usulan itu ditolak, memicu unjuk rasa baru.
"Kami datang ke sini murni karena marah," kata salah satu pemimpin aksi protes, Panusaya "Rung" Sithijirawattanakul, kepada kantor berita Reuters.
Para pengunjuk rasa melemparkan botol kaca melewati dinding markas polisi, yang dibarikade dengan balok beton dan kawat berduri.
Pengunjuk rasa lainnya menulis slogan anti-kerajaan di dinding, dan mencoret-coret alas pigura bergambar Ibu Suri Thailand Sirikit, meskipun potretnya sendiri tidak disentuh.
Bebek karet raksasa juga muncul kembali - setelah muncul pertama kali pada Selasa (17/11) sebagai perisai terhadap meriam air.
Pada Kamis (19/11) pagi, markas besar polisi telah dicat putih. Hanya ada sedikit jejak protes pada malam sebelumnya.
Tetapi para pengunjuk rasa telah berjanji untuk kembali, dengan pawai lainnya dijadwalkan pada minggu depan.
Apa yang terjadi pada Selasa (17/11)?
Unjuk rasa pada Selasa (17/11) disebut-sebut sebagai yang paling banyak diwarnai kekerasan sejak gerakan yang dipimpin mahasiswa ini dimulai pada Juli lalu.
Bentrokan itu berawal ketika sekelompok demonstran mencoba memotong barikade kawat berduri di dekat parlemen. Mereka melemparkan bom asap dan kantong cat ke barisan polisi anti huru hara.
Polisi membalas dengan menembakkan meriam air untuk memaksa mereka mundur dan ketika gagal, mereka menggunakan meriam untuk menembakkan cairan yang dicampur dengan larutan gas air mata.
Demonstran tampak berusaha membersihkan iritasi dari mata mereka.
Pejabat kesehatan mengatakan lima orang telah dirawat di rumah sakit karena efek gas air mata, sementara yang lain dirawat di tempat kejadian.
Beberapa pengunjuk rasa menderita luka tembak, meskipun polisi membantah menggunakan peluru tajam atau peluru karet selama operasi, menurut kantor berita AFP dan Reuters.
Beberapa pengunjuk rasa berusaha melindungi diri mereka dengan bebek karet raksasa, yang awalnya akan diapungkan di sungai belakang gedung parlemen saat anggota parlemen berdebat di dalam.
Di tengah kekacauan, pengunjuk rasa anti-pemerintah kemudian bentrok dengan pendukung pro-monarki, saling melembar benda kepada satu sama lain.
Polisi turun tangan untuk memisahkan kedua kelompok itu.
Mengapa ada protes di Thailand?
Thailand memiliki sejarah panjang kerusuhan politik dan protes, tetapi gelombang baru dimulai pada Februari setelah pengadilan memerintahkan pembubaran partai oposisi pro-demokrasi yang masih seumur jagung.
Protes dihidupkan kembali pada Juni ketika aktivis pro-demokrasi terkemuka Wanchalearm Satsaksit hilang di Kamboja, tempat ia diasingkan sejak kudeta militer pada 2014.
Tetapi situasi mulai memanas ketika pengunjuk rasa mulai mempertanyakan kekuatan monarki.
Tindakan tersebut mengirimkan gelombang kejut ke seluruh negeri yang warganya diajarkan sejak lahir untuk menghormati dan mencintai monarki dan untuk takut akanada konsekuensi bila membicarakannya.
Hukum lesse-majeste Thailand, yang melarang penghinaan apapun terhadap monarki, termasuk yang paling ketat di dunia.
Definisi dari penghinaan terhadap monarki tidak jelas dan kelompok hak asasi manusia berkata undang-undang tersebut sering digunakan sebagai alat politik untuk mengekang kebebasan berekspresi serta seruan reformasi dan perubahan dari pihak oposisi.
Para pendukung kerajaan telah turun ke jalan untuk menentang demonstrasi yang dipimpin mahasiswa - dan mengatakan para pengunjuk rasa ingin menghapus sistem monarki, sesuatu yang mereka sanggah.
Seorang pengunjuk rasa, Panusaya Sithijirawattanakul, mengatakan niat mereka "bukan untuk menghancurkan monarki tetapi untuk memodernisasi, menyesuaikannya dengan masyarakat kita [masa kini]".