Pulau Terpencil bagi 100.000 Pengungsi Rohingya, Dianggap Penjara
- bbc
Terpencilnya pulau itu dan isolasi yang dirasakan di sana adalah yang ditakutkan orang-orang Rohingya.
"Rumah-rumah di Bhasan Char bagus, tapi terlihat seperti penjara," kata Nur Hossain, seorang etnis Rohingya yang tinggal di kamp.
"Di Cox`s Bazar kami bermukim sebagai sebuah komunitas. Tapi di pulau, kebebasan kami akan dibatasi. Kami bakal diharuskan hidup di bawah pengawasan angkatan laut," tambahnya.
Bagi penghuni kamp lainnya, bermukim dekat perbatasan antara Bangladesh dan kampung halaman mereka di Myanmar menjadi semacam pelipur lara. Karena itu, pilihan pindah ke pulau terpencil, terasa seperti peralihan yang sangat jauh dari mimpi mereka kembali ke tanah air.
Seorang tetua komunitas yang juga mengikuti tur ke pulau tersebut (namun meminta tidak disebutkan identitasnya karena takut diancam) menjelaskan pentingnya lokasi kamp pengungsian dekat perbatasan Myanmar.
"Pemerintah Bangladesh ingin kami [para tetua] berbicara di depan para penghuni kamp mengenai bagusnya pulau itu. Akan tetapi, komunitas akan mencap kami sebagai pengkhianat jika kami mendukung relokasi.
"Mereka sudah mutlak menentang relokasi ke pulau. Tidak penting seberapa bagus infrastrukturnya, orang-orang Rohingya merasa terhubung dengan akar mereka di Myanmar selagi tinggal di Cox`s Bazar."
Bahkan bagi Khatun, meninggalkan kamp untuk bersama anak-anaknya terlalu berisiko. Baginya, kamp akan selalu sementara dan, meski sudah tiga tahun, tujuannya masih kembali ke Myanmar bersama keluarganya secepat mungkin.
"Saya ingin putra dan putri saya kembali ke sini [di kamp]. Mengapa saya harus ke sana? Di sini, Myanmar dekat. Jika kami mendapat keadilan, kami akan kembali ke Myanmar sesegera mungkin. Saya tidak akan ke Bhasan Char."