Yahudi Iran Kecam Macron: Alquran-Taurat Larang Hina Nabi
- republika
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Perwakilan Yahudi Iran di Parlemen, Homayoon Sameh Yeh Najafabadi membuat beberapa pernyataan sebagai reaksi atas komentar kasar Presiden Prancis, Emmanuel Macron atas dukungan kelanjutan pada perilaku penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Â
Disebutkan bahwa perilaku tidak senonoh, dan menghina tersebut sama sekali tidak sejalan dengan standar kebebasan berekspresi. "Hari ini, apa yang terjadi di Prancis, pemerintah Prancis," kata dia dilansir dari laman Mehr News Agency pada Selasa (27/10).Â
Kebebasan berekspresi merupakan masalah yang ada di negara lain, namun Prancis menjadi satu-satunya yang pejabatnya mendukung perilaku ofensif tersebut, dengan dalih kebebasan berekspresi, dan mereka mencari anti-Islamisme, serta Islamofobia di tingkat internasional.Â
Menurut Taurat dan Alquran, menghina nabi dari agama ketuhanan lainnya dianggap tindakan yang jelek. "Oleh karena itu, komunitas Yahudi Iran mengutuk tindakan seperti itu di Prancis dan juga menganggap perilaku menghina Nabi Muhammad. Islam bertentangan dengan ajaran agama mereka," ucapnya.
Otoritas Prancis baru-baru ini meluncurkan sejumlah investigasi besar-besaran terhadap organisasi Muslim, setelah kabar kematian Samuel Paty. Pria 47 tahun yang berprofesi sebagai guru sejarah dan geografi di Bois-d"Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine itu, dibunuh secara brutal oleh Abdullakh Anzorov, 18 tahun asal Chechnya, yang telah ditembak mati oleh polisi.
Menurut sebuah laporan, sebelum dibunuh, guru itu, dalam salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi, telah menunjukkan kartun kontroversial yang menggambarkan Nabi Muhammad. Para pemimpin Muslim di seluruh Prancis mengutuk pembunuhan itu, menekankan bahwa ekstremis menyalahgunakan agama untuk tujuan mereka sendiri dan tindakan mereka tidak dapat dibenarkan melalui Islam.
Para pemimpin komunitas juga menyatakan keprihatinan mereka bahwa serangan baru-baru ini akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan mengobarkan sentimen Islamofobia.
Disisi lain, pekan lalu, pemerintah telah mengumumkan bahwa mereka akan menyelidiki 51 asosiasi Muslim Prancis, termasuk Collective Against Islamophobia di Prancis. Menteri Dalam Negeri Darmanin mengklaim bahwa elemen-elemen organisasi tersebut telah menyebabkan para pejabat menganggapnya "musuh republik."
Awal bulan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama "krisis" dan mengumumkan rencana untuk undang-undang yang lebih keras untuk menangani apa yang disebutnya sebagai "separatisme Islam" di Prancis. Dia juga menekankan akan membubarkan kelompok dan organisasi yang "melawan hukum dan nilai-nilai negara"