Singgung Prancis, Iran Kecam Segala Bentuk Penghinaan Nabi
- republika
REPUBLIKA.CO.ID, IRAN- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh mengatakan, Republik Islam Iran mengutuk keras segala tindakan yang mencela dan menistai Islam, terutama Nabi Muhammad SAW.
Khatibzadeh juga menyayangkan sikap Prancis yang justru membela penista Rasullah. Menurutnya, segala tindakan tidak terhormat yang ditujukan pada sosok yang dihormati 1,8 miliar Muslim seluruh dunia merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan.
Khatibzadeh menambahkan bahwa tidak diragukan lagi, keputusan pejabat Prancis yang tidak berdasar ini menghasilkan lebih banyak kebencian. "Tidak menghormati nilai-nilai Islam dan keyakinan Muslim tidak bisa diterima," kata Khatibzadeh yang dikutip Trend, Ahad (25/10).
Dia mengatakan justru, ideologi esktremis itu dan ideologi menyimpang di dunia Islam, yang ironisnya, pemiliknya juga merupakan mitra politik yang dekat dengan Barat dan Amerika Serikat.
"Tidak diragukan lagi, posisi otoritas Prancis tidak dapat dibenarkan, bukanlah tanggapan yang tepat dan bijaksana terhadap ekstremisme dan kekerasan yang dikutuk, dan itu menyebabkan semakin banyak kebencian," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran.
"Kita menyaksikan beberapa orang yang mencurigakan dan gerakan menjijikkan dengan menghina Alquran oleh beberapa gerakan ekstremis anti-Islam di beberapa negara Eropa yang sangat terkutuk," kata dia.
Saeed juga mengumumkan dukungannya terhadap posisi negara-negara Islam dalam mengutuk gerakan tersebut. Saeed menyebut penghinaan terhadap nilai-nilai Islam dan keyakinan umat Islam tidak dapat diterima dan ditolak.
Sebelumnya, Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengecam pembunuhan yang menewaskan Samuel Paty, seorang guru sejarah di Conflans-Sainte-Honorine, barat laut Paris, yang ditemukan meninggal pada Jumat (16/10), dengan keadaan kepala terpenggal.
Dalam pidatonya pada Rabu (21/10), Macron menuduh kelompok Islam militan domestik terlibat dalam kasus ini, dan memerintahkan kelompok yang disebut sebagai Collective Cheikh Yassine itu untuk dibubarkan. Kelompok itu diketahui didirikan pada awal 2000-an oleh seorang pria yang menjadi salah satu pelaku pembunuhan Paty.
Di kesempatan yang sama, Macron menginstruksikan Masjid Pantin, sebuah masjid di pinggiran timur laut Paris, untuk ditutup. Penutupan itu lakukan setelah diketahui, salah satu jamaahnya, yang merupakan wali murid di tempat Paty mengajar, sempat menyampaikan keluhan di media sosial dan mengatakan bahwa Paty telah meminta putrinya, dan beberapa murid beragama Islam lain untuk meninggalkan kelas.
Saat ini sebuah tanda yang bertuliskan bahwa masjid ditutup selama enam bulan, sekaligus hukuman enam bulan penjara bagi pelanggar, terpasang di pintu masuk masjid.
Presiden Prancis saat ini juga tengah giat mengobarkan perang terhadap gerakan yang dia sebut "separatisme", merujuk pada ekstremisme Islam yang menurut pihak berwenang telah menciptakan dunia paralel di negara itu yang melawan nilai-nilai Prancis.
Sumber: https://en.trend.az/iran/society/3323064.html