Limbah Infeksius COVID-19 Masih Ditemukan di TPA
- bbc
"Ini ternyata juga di beberapa titik kita juga menemukan bekas sarung tangan. Jadi ini memang, TPA ini menjadi sasaran pembuangan limbah medis," kata Bagong yang ditemui wartawan BBC News Indonesia, Muhammad Irham.
Di antara barisan mobil besar, Paminan, 50 tahun, berdiri di atas salah satu truk sampah. Mengorek-ngorek punggung truk, berharap ada material yang bisa ia jual.
Paminan sudah menjadi pemulung hampir tiga dekade, mengaku menemukan limbah medis untuk dipilih dan dijual lagi.
"(Botol infus) diambil, cuma yang nggak ada airnya, kan sudah termasuk bahan limbah. (Masker, hazmat, sarung tangan karet) Nggak diambil," kata kakek 12 cucu ini.
Paminan tak punya pilihan untuk berjibaku dengan tumpukan sampah, yang telah bercampur dengan limbah medis. Antara takut dengan tidak takut penularan Covid-19, ia mengatakan "Kita bilang takut, ya namanya cari (uang) di sini. Dibilang nggak takut, ya takut."
Pemulung lainnya, Arsanah, 45 tahun, sudah biasa menemukan limbah medis, termasuk botol infus yang masih lengkap dengan jarumnya.
"Dibungkus, di plastik. Saya sobek, ada gitu, saya gunting, jarumnya dibuang, botolnya saya ambil, masih ada airnya kan. Kalau dijual Rp2 ribu (per kilogram), campur-campur, sama tutup gallon (air), sama infusan itu," katanya.
Saban hari Arsanah mengumpulkan material berupa plastik atau botol kaca untuk dijual lagi dengan harga Rp400 - 2000 per 1 kg. Material yang didapat dalam satu hari hingga 20 kilogram, dengan pendapatan fluktuatif Rp20.000 - 50.000/hari.
Menurut catatan KPNas, jumlah pemulung yang menggantungkan hidup dari limbah di TPA Burangkeng diperkirakan 200 orang. Itu belum termasuk dengan pekerja pengangkut sampah.