Kisah Orang Indonesia di Australia yang Belum Pensiun di Usia 70 Tahun
- abc
"Di tempat kerja semua sama saja, kami diperlakukan sama, termasuk soal penjadwalan kerja, misalnya," kata Rum yang saat ini mendapat giliran kerja sore sampai malam hari.
"Kalau pengalaman dengan penumpang, ya adalah misalnya penumpang yang melihat saya yang orang Asia dan marah-marah sendiri karena kami dapat pekerjaan yang enak dan mudah. Tapi ya mereka ngomel sendiri, saya diam saja sambil mendengarkan," tuturnya.
Rum mengaku sangat terbantu dalam menjalankan tugasnya karena ada sejumlah prosedur yang mengatur bagaimana mengatasi situasi-situasi tertentu, misalnya menghadapi penumpang yang mabuk atau sakit.
Disibukkan "Zoom meeting" di usia kepala tujuh Poppy Setiawan (kanan) bersama suaminya, Chandra Goenawan dan keenam cucunya. (Supplied)
Serupa dengan Sjahrir dan Rum, Poppy Setiawan masih merasa prima ketika bekerja di usianya yang sudah di atas 70 tahun.
"Jadi saya baca tulis tidak pakai kacamata, pendengaran bagus, prima, dan masih bisa bawa mobil sendiri, tidak ada masalah," kata Poppy yang tinggal di Traralgon, 160km dari pusat kota Melbourne.
Sejak sepuluh tahun yang lalu, Poppy bergabung dengan sebuah perusahaan Inggris bernama "Goal Mapping" dengan tugas memberikan konsultasi kepada klien di Australia dan Indonesia tentang rencana masa depan, misalnya dalam pendidikan atau berkeluarga.
Hampir setiap hari, ia disibukkan dengan "Zoom meeting" untuk melayani klien, rekan kerja, hingga mahasiswa yang tergabung dalam seminar dari luar Australia.
Perbedaan waktu yang cukup signifikan dan teknologi tidak menjadi masalah bagi perempuan dengan enam cucu ini.
"Kalau saya rapat dengan [rekan kerja] di Inggris, mereka itu malam, saya di sini jam 4 subuh. Dan mereka rata-rata dua jam kalau "meeting". Jadi saya sudah biasa jam dibalik-balik tidak ada masalah," katanya.