Paul Rusesabagina, Pahlawan HAM Pemberani yang Memberontak di Rwanda
- dw
Selama karirnya sebagai duta HAM, Rusesabagina banyak mengabarkan tentang kengerian sebuah genosida dan menjadi contoh hidup sebuah perlawanan menghadapi kebiadaban.
Hingga kini Rwanda masih bergulat mengungkap siapa yang bertanggungjawab atas tragedi tersebut.
Sejak berdamai, Rwanda dipimpin oleh bekas komandan Front Patriotik Rwanda (FPR), Paul Kagame. Di bawah pemerintahannya, negeri kecil di Afrika Timur itu menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat, menyusutnya angka kemiskinan dan kemunculan pemimpin-pemimpin perempuan.
Kagame mencuat sebagai bintang politik Afrika, berteman dengan tokoh dunia setara Bill Gates, atau Bill dan Hillary Clinton. Simpati negara barat yang dulu dianggap berdosa mendiamkan pembantaian di Rwanda, mengucur dalam bentuk bantuan pembangunan.
Perseteruan dengan Kagame
Namun belakangan Kagame mulai mengadopsi kebijakan tangan besi. Satu persatu rival politik menghilang atau meninggal dunia dalam kondisi mencurigakan.
Reputasi Kagame rontok sepenuhnya ketika pada 2010 lalu, laporan Badan HAM PBB mencatat militer Rwanda melakukan penjarahan, pemerkosaan massal dan pembantaian di timur Kongo yang bertetangga, di mana puluhan ribu penduduk meregang nyawa.
Rusesabagina tampil sebagai tokoh pro-demokrasi yang menentang otoritarianisme Kagame. Sebagian warga pelarian melihatnya sebagai pejuang demokrasi, namun sejumlah grup penyintas menuduhnya cuma mencari keuntungan politik dari penderitaan keluarga korban.
Saat disidang dalam seragam narapidana berwarna merah muda di Kigali, Senin (5/10), dia mengaku ikut membidani pembentukan sayap bersenjata di bawah Fron Pembebasan Nasional (FLN). “Kami membentuk FLN sebagai sayap bersenjata, bukan sebagai grup teroris seperti yang selalu dikatakan jaksa penuntut,” kata dia.