Logo DW

WWF: Populasi Satwa Liar Lenyap 68 Persen dalam 46 Tahun

picture-alliance/J. Randles
picture-alliance/J. Randles
Sumber :
  • dw

Organisasi konservasi independen terbesar di dunia, Wildlife Fund for Nature (WWF) pada Kamis (10/09) menyebutkan bahwa angkapopulasi satwa liar telah “merosot cepat’ dan menunjukkan data yang mengejutkan, yakni turun 68 persen tahun 1970 hingga 2016.

"Penurunan serius dalam populasi spesies satwa liar ini merupakan indikator bahwa alam sedang terurai dan bahwa planet kita menunjukkan tanda peringatan bahaya terhadap kegagalan sistem," kata Direktur Jenderal WWF Marco Lambertini.

WWF telah melacak lebih dari 4.000 spesies vertebrata untuk laporan “Indeks Planet Hidup 2020” yang diterbitkan pada Kamis (10/09). Dalam laporan tersebut dituliskan bahwa penggundulan hutan yang bertujuan untuk memberi ruang bagi lahan pertanian adalah penyebab terbesar penurunan populasi satwa liar.

Kerugian yang 'mengejutkan'

Laporan itu juga menunjukkan bahwa konsumsi berlebihan terhadap sumber daya alam menjadi penyebab utama lainnya, bagi penurunan spesies. Sepertiga dari seluruh daratan telah didedikasikan untuk memproduksi makanan.

Laporan menyebutkan bahwa beberapa daerah lebih berisiko daripada yang lain. Di wilayah tropis Amerika Tengah dan Selatan, penurunan spesies “anjlok” 94% selama lima dekade terakhir.

"Ini mengejutkan," kata Lambertini. "Ini pada akhirnya merupakan indikator dampak kita pada alam."

'Perlu bertindak sekarang'

Sebuah studi yang diterbitkan pada Kamis (10/09) di jurnal sains Inggris “Nature”, bersama dengan laporan tersebut menunjukkan bahwa hanya upaya konservasi radikal yang dapat membalikkan tren penurunan spesies liar.

Penulis studi tersebut mengatakan pengurangan limbah makanan dan peralihan ke pola makan yang lebih ramah lingkungan dapat membantu "menurunkan kurva" degradasi dari waktu ke waktu. Tetapi upaya perlu disederhanakan pada tingkat global.

"Kita perlu bertindak sekarang," kata David Leclere dari Institut Analisis Sistem Terapan Internasional, yang memimpin studi tersebut. "Ini menyiratkan bahwa setiap penundaan tindakan, akan memungkinkan hilangnya keanekaragaman hayati lebih lanjut yang mungkin membutuhkan waktu puluhan tahun untuk memulihkannya."

pkp/ha (AFP, Reuters)