Kala Cinta Tak Memandang Ideologi, Komunis dan Kapitalis Jalin Bahtera Rumah Tangga
- dw
Berasal dari negara komunis yang sangat represif, para perempuan disebut mengalami kesulitan beradaptasi di Korea Selatan yang kapitalis. Mereka sering menghadapi diskriminasi dan kesenpian. Pria Korea Selatan dianggap dapat membimbing mereka menjalani kehidupan di negara barunya.
“Saya merasa pernikahan membuat saya menyesuaikan diri dengan masyarakat (Kora Selatan) lebih baik tanpa perlu berusaha keras,“ tutur Hwang Yoo-jung (37) yang menikah dengan pria Korsel Seo Min-seok (39), tahun 2018 silam.
Jasa biro jodoh
Meningkatnya fenomena ini juga tidak terlepas dari campur tangan jasa biro jodoh. Terdapat 20-30 biro jodoh yang khusus mencomblangkan wanita Korea Utara dan pria Korea Selatan, naik dua kali lipat dibandingkan pertengahan tahun 2000-an. Tak sedikit perempuan yang menggunakan jasa biro jodoh tersebut.
Kim Hae-rin, pemilik salah satu biro jodoh yang juga merupakan pembelot Korea Utara, tahu betul rasanya diskriminasi dan kesepian. “Saya juga berpikir bahwa saya sedang membangun unifikasi kecil dua penduduk Korea,” tutur Kim.
Perusahaan mematok harga 3 juta won atau setara 37,5 juta rupiah untuk pria Korea Selatan yang ingin mencari pasangan. Sementara bagi perempuan tidak dikenakan biaya.
Meski begitu, perjodohon bukanlah sesuatu yang mudah terwujud. Faktor bahasa kadang menjadi kendala tersendiri bagi para pasangan yang berusaha menjembatani 75 tahun perpecahan di Semenanjung Korea.