Karikatur Charlie Hebdo dan Provokasi yang Menyakitkan
- republika
REPUBLIKA.CO.ID, Lima tahun setelah serangan di kantor redaksi majalah satir Charlie Hebdo di Ibu Kota Paris, Prancis, sebuah langkah kontroversial kembali dilakukan oleh media ini. Pada 1 September lalu, kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW diterbitkan ulang, memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia.
Karikatur Nabi Muhammad SAW dicetak ulang satu hari sebelum jadwal persidangan kasus serangan kantor Charlie Hebdo, yang terjadi pada 7 Januari 2015 dan menewaskan 12 orang, termasuk kartunis ternama di Prancis. Para tersangka akan diadili atas berbagai tuduhan, termasuk keterlibatan dalam pembunuhan dan konspirasi teroris.
Charlie Hebdo tampaknya menerbitkan ulang kartun yang kontroversial tersebut untuk menandai akan adanya persidangan penting. Ini juga sebagai ipara yang menunjukkan dukungan dalam kebebasan berbicara dan berekspresi.
Dalam catatan editorial yang menyertai edisi baru, Direktur Penerbitan Laurent "Riss" Sourisseau, yang juga menjadi korban cedera dalam serangan pada 2015, menulis :
“Kami tidak akan pernah menyerah. Kebencian yang melanda kami masih ada dan sejak 2015, perlu waktu untuk bermutasi, mengubah penampilannya, tidak terlihat dan diam-diam melanjutkan perang yang kejam,” tulis Sourisseau seperti dilansir Indian Express, Ahad (6/9).
Namun, tak sedikit yang menyayangkan langkah Charlie Hebdo. Apa yang dilakukan media ini seperti tindakan provokatif yang membuka kembali luka lama, khususnya bagi umat Muslim, yang tidak ingin Nabi Muhammad SAW digambarkan dengan cara tidak pantas.
Sampul majalah edisi terbaru menampilkan semua 12 kartun, yang dikritik di seluruh dunia, dan memicu protes kekerasan di beberapa negara Muslim. Kartun tersebut pertama kali diterbitkan oleh surat kabar Denmark Jyllands-Posten pada 30 September 2005, dan kemudian dicetak ulang Charlie Hebdo pada tahun berikutnya. Jyllands-Posten mengklaim bahwa karikatur itu dimaksudkan sebagai komentar tentang budaya ketakutan dan sensor diri di dalam media Denmark.
Kartun tersebut dikecam secara luas oleh umat Muslim, yang menilai karikatur sebagai bentuk hujatan. Mereka juga dikritik keras karena memajukan stereotip tentang Islam dan secara tidak adil mencap pemeluk agama ini sebagai teroris.
Pada bulan-bulan setelah penerbitan kartun di Jyllands-Posten dan Charlie Hebdo, protes kekerasan meletus di seluruh Asia dan Timur Tengah. Para pemimpin agama di negara-negara Muslim menyerukan pemboikotan barang-barang atau produk asal Denmark.