PM Shinzo Abe dan Warisannya bagi Jepang Setelah Mundur
- bbc
Nasionalis revisionis atau realis pragmatis? Para pengamat di Jepang maupun internasional memiliki pandangan berbeda saat mencoba mendefinisikan Shinzo Abe dan warisannya, setelah pengunduran dirinya sebagai perdana menteri terlama pasca perang di Jepang.
Para pengkritiknya menilai Abe mewakili sikap generasi yang lebih tua dan konservatif, yang mengecilkan catatan masa perang Jepang, sambil mengejar kebijakan luar negeri yang berpotensi mengganggu dan terlalu tegas.
Sementara, pendukungnya menilai perdana menteri itu telah meningkatkan kedudukan global negara itu, mewujudkan kepentingan nasionalnya dengan menyelaraskan ambisi Jepang dengan pengaruhnya sebagai ekonomi terbesar ketiga di dunia.
Sebenarnya, kedua gambaran tentang Abe itu akurat.
Sebagai politisi konservatif naluriah yang berniat memulihkan harga diri Jepang baik di dalam maupun luar negeri, Abe bekerja secara konsisten selama delapan tahun masa jabatannya untuk memperkuat identitas nasional dan tradisi sejarah negara tersebut.
Dia menegaskan kembali posisi kaisar dalam kehidupan sipil Jepang (mengantarkan era "Reiwa" baru dan terutama membantu mengelola masa transisi ke kaisar baru setelah pengunduran diri Kaisar Akihito pada April 2019); menjauh dari narasi teks buku sejarah yang terlalu kritis terhadap diri sendiri; dan berusaha (pada akhirnya tidak berhasil) untuk merevisi konstitusi negara setelah perang.
Agenda nasionalis ini terutama difokuskan di dalam negeri.