Iran Siap Berunding jika AS Patuhi Perjanjian Nuklir 2015
- dw
Perjanjian Nuklir 2015 dianggap keberhasilan karena memaksa Iran menyerahkan hak pengolahan uranium kepada Rusia dan berkomitmen membuka data aktivitas nuklirnya agar mencegah produksi senjata.
Sebagai gantinya Iran mendapat kelonggaran sanksi, mulai dari ekonomi hingga yang terakhir embargo senjata. Larangan penjualan alutsista itu sedianya berakhir di penghujung bulan Oktober mendatang.
Destabilisasi pasca berakhirnya embargo senjata?
Selama kampanye pilpres, Trump menuntut kesepakatan baru, di mana AS ingin mengaitkan aktivitas nuklir Teheran dengan operasi militer Garda Revolusi di Timur Tengah. Dengan cara itu AS tidak hanya membidik program nuklir, tetapi juga pengembangan rudal balistik antarbenua dan penarikan mundur milisi bentukan Iran dari Irak, Suriah, Libanon dan Yaman.
Dia berjanji akan mampu menghasilkan kesepakatan tersebut hanya beberapa pekan setelah pemilu kepresidenan, November mendatang, dengan catatan jika menang.
“Trump bicara terlalu banyak. Presiden selanjutnya, entah Trump atau orang lain, harus mengadopsi pendekatan yang berbeda terhadap Iran,” kata Rouhani.
Sejauh ini, negara anggota Dewan Keamanan lain, Rusia, Cina, Prancis, Inggris dan Jerman tetap berkomitmen mempertahankan perjanjian dengan Iran. Kelima negara mengritik langkah Washington karena dinilai justru memperlemah upaya mencegah Iran memiliki senjata nuklir.