Pasien COVID-19 Bangladesh Pilih Mati di Rumah Daripada ke Rumah Sakit

Corona Virus COVID-19
Sumber :
  • pixabay

VIVA – Ribuan tempat tidur yang disediakan pemerintah Bangladesh untuk pasien COVID-19 masih kosong, meskipun negara itu terus mengalami peningkatan kasus positif corona. Beberapa pasien secara blak-blakan mengatakan kepada petugas kesehatan bahwa mereka lebih baik mati di rumah, daripada mati di rumah sakit.

Per hari ini, Bangladesh telah mencatat sekitar 183.795 orang terinfeksi COVID-19, dan sekitar 3.000 kasus baru ditambahkan setiap hari. Sementara jumlah korban jiwa mencapai 2.353 orang hari ini. Para ahli medis mengatakan angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi, karena uji kesehatan yang dilakukan sangat sedikit.

Kementerian Kesehatan Bangladesh mengakui, di ibu kota Dhaka sekitar 4.750 dari 6.305 tempat tidur yang disediakan untuk pasien coronavirus tidak digunakan. Hanya ada sekitar 100 pasien yang mengisi 2.000 tempat tidur baru yang khusus dibangun untuk melawan pandemi.

Sementara itu otoritas di kota Chittagong yang juga menjadi hostpot COVID-19, mengatakan hanya setengah dari tempat tidur rumah sakit khusus yang terisi. Kemenkes setempat menyebut tempat tidur itu tidak digunakan karena banyak orang yang menolak dirawat di rumah sakit.

"Sebagian besar pasien memiliki gejala ringan. Layanan telemedicine yang memadai tersedia. Itu mungkin menjadi alasan tempat tidur kosong di rumah sakit," kata Wakil Kepala Kemenkes, Nasima Sultana, dilansir Al Jazeera, Senin 13 Juli 2020.

Namun para ahli kesehatan dan mereka yang terinfeksi virus, mengaku khawatir dengan cara perawatan yang akan mereka terima di rumah sakit umum. Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 80 ribu orang menemukan bahwa 44 persen orang Bangladesh terlalu takut, bahkan untuk melakukan panggilan telepon ke nomor darurat milik pemerintah. Banyak yang takut dibawa ke rumah sakit jika hasil tesnya positif.

Sementara menurut Kepala Gerakan Hak Kesehatan Bangladesh, Rashid e Mahbub, rumah sakit umum Bangladesh tidak ramah pasien. "Persepsi negatif telah diciptakan dan membuat banyak pasien memilih dirawat di rumah. Hanya sedikit orang yang mampu ke rumah sakit swasta yang mahal," ujar Mahbub.

Rumah sakit Bangladesh memiliki reputasi buruk bahkan sebelum pandemi, di mana lebih dari 500 ribu warganya memilih bepergian ke India tahun lalu untuk perawatan. Ribuan warganya yang lebih kaya memilih berobat ke Thailand atau Singapura untuk check-up.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19