Rusia dan China Bela Korea Utara Minta Sanksi dari PBB Dicabut
- Pixabay
VIVA – China dan Rusia mengusulkan kepada Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk mencabut beberapa larangan atas Korea Utara (Korut) termasuk larangan ekspor patung, makanan laut dan tekstil.
Draft usulan tersebut juga menyerukan agar pencabutan larangan bagi warga Korea Utara yang bekerja di luar negeri dan penghentian persyaratan bagi semua pekerja tersebut untuk dipulangkan minggu depan. Draft juga mengusulkan pembebasan proyek-proyek kerja sama kereta api dan jalan antar-Korea, dari sanksi PBB.
Tidak diketahui secara jelas kapan atau apakah rancangan resolusi tersebut dapat diajukan ke dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara. Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara dukungan, dan tidak ada veto dari negara anggota tetap di antaranya Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia dan China, untuk diloloskan.
"Kami tidak mau terburu-buru," kata Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, seperti dilansir Channel News Asia.
Nebenzia mengatakan bahwa negosiasi dengan anggota dewan akan dimulai Selasa pekan ini. Dia menegaskan sanksi yang diusulkan untuk dicabut itu tidak terkait langsung dengan program nuklir Korea Utara namun terkait masalah kemanusiaan.
Menanggapi usulan itu, pejabat di Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, sekarang ini bukan saatnya bagi Dewan Keamanan untuk mempertimbangkan pencabutan sanksi terhadap Korea Utara sebab negara itu mengancam akan meningkatkan provokasi, menolak bertemu untuk membahas denuklirisasi dan terus mempertahankan dan menggunakan senjata yang dilarang.
Sanksi terhadap industri yang diusulkan Rusia dan China mengangkat Korea Utara menghasilkan ratusan juta dolar dan diberlakukan pada 2016 dan 2017 untuk mencoba dan memotong dana untuk program nuklir dan rudal Pyongyang.
Amerika Serikat, Inggris dan Prancis bersikeras bahwa tidak ada sanksi PBB yang harus dicabut sampai Korea Utara menghentikan program nuklir dan balistik rudalnya. Pyongyang telah dikenai sanksi PBB karena program-program nuklir sejak 2006.