Senjata Penyerang Saudi Aramco dari Iran, Sekongkol dengan Hutsi?
- Istimewa
VIVA – Senjata yang digunakan untuk menyerang fasilitas minyak Arab Saudi Aramco adalah buatan Iran. Penyerangan terhadap Abqaiq, fasilitas pemrosesan minyak terbesar di dunia dan serangan ladang minyak Khurais di Arab Saudi telah membuat harga minyak dunia melonjak awal pekan ini.
Pemberontak Hutsi mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, Amerika Serikat secara terbuka menyalahkan Iran. Presiden Donald Trump pun mengatakan, pihaknya akan segera merespons dengan tegas.
"Militer Amerika Serikat sedang bekerja dengan para mitra untuk mengatasi serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini dan mempertahankan tatanan berdasarkan aturan internasional yang dirusak oleh Iran," kata Menteri Pertahanan AS, Mark Esper.
Koalisi pimpinan Saudi menegaskan kembali bahwa serangan tersebut bukan dilakukan oleh Hutsi. Saudi juga menuding Iran sebagai dalang karena telah menyediakan senjata untuk penyerangan.
"Semua indikasi adalah bahwa senjata yang digunakan dalam serangan berasal dari Iran daripada Yaman," kata juru bicara koalisi, Turki al-Maliki.
Dilansir dari Channel News Asia, Hutsi mengatakan telah menembakkan 10 drone ke instalasi minyak Saudi. Namun, para pejabat Amerika Serikat memiliki citra satelit yang menunjukkan serangan tersebut datang dari arah utara. Artinya drone ditembakkan dari Teluk Persia bagian utara Iran atau beberapa wilayah tetangganya tempat Iran dituduhkan mendukung berbagai kelompok bersenjata.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo juga menyalahkan Iran atas serangan ke fasilitas kilang minyak Arab Saudi Aramco. Pompeo mengatakan bahwa tidak ada
bukti yang kuat bahwa asal serangan tersebut adalah dari Yaman seperti yang awalnya disampaikan kepada publik dan diklaim oleh kelompok Hutsi.
Disebutkan 19 objek di kompleks kilang minyak Saudi ditargetkan dan diserang pada Sabtu pekan kemarin yang disebut kelompok Hutsi yang dianggap pemberontak itu dengan menggunakan 10 drone. Namun AS menilai bahwa 19 target tidak cukup bisa dihancurkan hanya dengan 10 drone seperti yang diklaim Hutsi.
"Tidak bisa menyerang 19 target seperti itu hanya dengan 10 drone," kata pejabat pemerintah AS tersebut.