Ancam Mengancam di Perang Dagang AS-China
- Sputnik International
VIVA – Seperti sebuah film kartun anak-anak, Tom and Jerry, yang mengisahkan seekor kucing dan tikus saling bermusuhan, tetapi saling membutuhkan. Kisah itu juga terjadi dalam dunia nyata saat ini.
Di mana, raksasa ekonomi dunia, yaitu Amerika Serikat dan China, berseteru lebih dari satu tahun terakhir. Keduanya, saling ancam untuk memenangkan perang dagang yang selama ini tenar disebut-sebut pelaku pasar.
Kisah itu bermula dari pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang melihat adanya defisit cukup besar di neraca perdagangan negaranya dari 16 negara seperti China, Meksiko, dan juga Indonesia.
Kala itu, Trump menilai, ada ketidakseimbangan perdagangan AS, karena adanya kekuatan asing yang tidak bermoral, dibantu oleh kepentingan khusus AS, yang mendorong penawaran perdagangan yang buruk. Â
Hal itupun yang membuat ribuan pabrik-pabrik telah berkurang dari AS, dan pindah ke sejumlah negara. Sehingga, Trump menyatakan bahwa di bawah pemerintahnya, pencurian akan berakhir dan menciptakan lapangan kerja baru.
Beberapa upayapun, kemudian langsung dilakukan Trump, dengan melakukan sejumlah ancaman kepada 16 negara itu. Salah satunya terhadap China, yang merupakan mitra dagang terbesar AS, yang selama ini membuat negara Paman Sam itu defisit.
Adapun langkah awal yang dilakukan Trump terhadap China, yaitu berencana menaikkan tarif impor untuk produk baja dan alumunium, yang kemudian dibalas China, dengan juga menaikkan tarif impor barang asal AS.
Peristiwa itupun, terus berlangsung dan saling balas membalas, sepanjang tahun 2018 hingga 2019. Tak hanya itu, kedua kepala negara juga melakukan pertemuan khusus, dan dilakukan disela G20 di Osaka Jepang.
Dan, pada perkembangan terakhir, sejumlah kesepakatan yang sudah disetujui dalam forum G20, kembali mentah. Lantaran, AS merasa sejumlah klausul yang disampaikan kepada Beijing, tidak ditanggapi dengan baik.
Klausul yang ditolak oleh pihak Beijing adalah terkait dengan tidak adanya keinginan China untuk membeli lebih banyak sejumlah produk pertanian asal AS. Dan Trump kembali ancam naikkan tarif 10 persen untuk impor China.
Kali inipun, dampak dari perang dagang tersebut memberikan efek lain terhadap ekonomi dunia. Di mana, China dengan sengaja membalas ancaman AS, dengan melemahkan mata uangnya.
Hal itupun membuat mata uang di dunia mengalami pelemahan, termasuk rupiah yang berdasarkan data JISDOR Bank Indonesia berada di Rp14.234 per dolar AS pada Rabu 14 Agustus 2019, atau lebih rendah dibandingkan awal bulan yang sebesar Rp14.098 per dolar AS.
Saat ini, atas semua balasan yang dilakukan China, Presiden Trump kembali menunda pengenaan tarif atas beberapa produk impor China, hingga 15 Desember 2019, karena sejumlah alasan.
Hal itu lantaran, AS merasa masih membutuhkan China di momen Natal, khususnya berkaitan dengan faktor kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya yang tak dirinci.
Adapun produk-produk yang ditunda pengenaan tarifnya seiring terjadinya perang dagang AS-China, antara lain meliputi ponsel, laptop, konsol permainan video, beberapa mainan, monitor komputer, alas kaki dan pakaian tertentu. (asp)