Asing Cap Penanganan Corona RI Terburuk se-Asia Tenggara, Apa Benar
- ANTARA FOTO/FB Anggoro
VIVA – Sebuah artikel yang dimuat media Australia yang cukup ternama, Sydney Morning Herald (SMH) mengkritik penanganan pandemi Corona COVID-19 di Indonesia. Indonesia bahkan disebut berpotensi menjadi hotspot COVID-19 selanjutnya.
Dalam artikel berjudul “Indonesia: The World's Next Coronavirus Hotspot is Emerging Next Door”, disebutkan bahwa ketika negara-negara lain di Asia Tenggara mulai berhasil meratakan kurva infeksi Corona. Namun Indonesia justru telah kalah dalam pertempuran melawan COVID-19.
Disebutkan bahwa pemerintah RI menunjukkan beberapa tanda akan mengambil keputusan sulit yang diperlukan untuk menekan laju infeksi yang tumbuh dengan cepat. Selain itu ketika perhatian dunia difokuskan pada Amerika Serikat, India, Rusia dan Brasil yang mencatat angka infeksi harian hingga puluhan ribu namun Indonesia malah di bawah radar.
"Selama 8 dari 10 hari terakhir, Indonesia mencatat lebih dari 1000 infeksi baru setiap hari dan para ahli epidemiologi khawatir jumlah kasus bisa melewati angka 60 ribu. Yang jauh lebih memprihatinkan adalah tingkat pengujian yang sangat rendah dan tingkat kematian yang tinggi," tulis artikel tersebut.
Situs web Worldometer mencatat Rusia berada di peringkat ke-18 dunia yang melakukan 107.445 tes per 1 juta orang, AS berada di urutan ke-27 dengan 80.750 tes per 1 juta orang, Brasil berada di urutan ke-108 dengan 11.302 tes per 1 juta dan India berada di urutan ke-138 dengan 4.530 tes per satu juta orang.
"Indonesia mendekam di peringkat ke 163, hanya melakukan 2.193 tes per satu juta orang. Kamis lalu, RI mencatat 1.331 infeksi baru dari hanya 10.381 orang yang diuji. Itu adalah tingkat infeksi hampir 13 persen," ditulis dalam artikel itu.
SMH juga menyebut respons pemerintah RI pada awal penyebaran COVID-19 sangat mengerikan. Misalnya saja Menteri Kesehatan yang mengatakan kekuatan doa akan melindungi negara dari virus. Kemudian Presiden Joko Widodo mengakui ada informasi yang telah dirahasiakan dari publik untuk menghindari potensi bahaya.
"Butuh waktu hingga 2 Maret bagi pemerintah untuk bahkan mengakui kasus pertamanya meskipun banyak bukti awal yang bertentangan," tulis SMH.
Pemerintah disebut harus mengambil langkah-langkah yang jauh lebih kuat untuk menghentikan penyebaran penyakit termasuk meningkatkan pengujian dan menerapkan kembali penguncian. Kalau tidak akan memakan korban lebih banyak lagi.
Baca juga: Anies Sujud Syukur karena Menang Gugatan Reklamasi di MA