Studi: Pasien COVID-19 dengan Stres Tinggi Berisiko Meninggal Dunia
- pixabay
VIVA – Wabah virus corona melanda hampir di seluruh penjuru dunia. Virus ini sangat ditakuti karena bisa menyebabkan kematian. Karena alasan ini, sejumlah penelitian terus dilakukan untuk mengungkap seberapa bahaya virus corona, COVID-19.
Dikutip laman Metro, informasi baru tentang virus corona perlahan mengemuka. Para ilmuwan bahkan meyakini, pasien Coronavirus dengan kadar hormon stres yang tinggi lebih berisiko untuk meninggal dunia.
Para ilmuwan percaya bahwa penemuan baru ini akan membantu dokter mengidentifikasi pasien COVID-19 mana yang perlu dirawat di rumah sakit segera.
Pasien dengan kortisol 'hormon stres' tingkat tinggi dalam darah mereka memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, sebuah studi baru menunjukkan. Hormon stres ini dilepaskan oleh kelenjar adrenal, memacu perubahan dalam metabolisme, fungsi jantung dan sistem kekebalan tubuh dalam menanggapi situasi stres.
Baca Juga: Di Sumatera Barat, Gerhana Matahari Cincin Solstis Lintasi 19 Titik
Ilmuwan di Imperial College London menemukan kadar hormon yang secara signifikan lebih tinggi pada pasien COVID-19 dibandingkan pada mereka yang tidak memiliki virus. Ini adalah pertama kalinya kortisol diindikasikan sebagai penanda virus, dengan para peneliti percaya penemuan ini akan membantu dokter mengidentifikasi orang-orang yang membutuhkan untuk dirawat di rumah sakit segera.
Para ahli mempelajari 535 pasien di tiga rumah sakit London antara lain Charing Cross, Hammersmith dan St Mary's, dengan 403 dari kelompok ini terinfeksi COVID-19.
Perlu diketahui, tingkat kortisol yang sehat adalah 100-200 nm/L dan hampir nol ketika tidur. Saat level lebih dari 1.000 dianggap tinggi dan tingkat kortisol pada pasien coronavirus diketahui naik menjadi 3.241.
Hasil ini digambarkan para ilmuwan sebagai gambaran hormon stres "sangat tinggi". Mereka yang memiliki tingkat kortisol awal rata-rata 744 dan bertahan rata-rata selama 36 hari, dinilai sangat tidak sehat. Bahkan pasien ini sudah mulai dianggap mengalami trauma.
Sementara tingkatkan orang dengan level hormon stres di atas 744 memiliki kelangsungan hidup rata-rata hanya 15 hari. Kadar kortisol yang sehat adalah 100-200 nm/L.
Tim peneliti sekarang berharap, penemuan ini dapat divalidasi dalam studi klinis yang lebih besar. Profesor Waljit Dhillo, Kepala Divisi Diabetes, Endokrinologi, dan Metabolisme di Imperial College London mengatakan, "Dari perspektif endokrinologis, masuk akal bahwa pasien COVID-19 yang kondisinya parah akan memiliki tingkat kortisol yang lebih tinggi bahkan sangat tinggi."
Waljit juga mengatakan, tim peneliti tiga bulan lalu, ketika mulai terlihat gelombang pasien COVID-19 di rumah sakit London, pihaknya hanya memiliki sedikit informasi tentang cara terbaik penanganan. "Sekarang, ketika orang tiba di rumah sakit, kami berpotensi memiliki penanda sederhana lain untuk digunakan bersama tingkat saturasi oksigen untuk membantu kami mengidentifikasi pasien mana yang perlu dirawat segera, dan yang mana yang mungkin tidak perlu dirawat."
Waljit menambahkan, "Memiliki awal indikator pasien mana yang kondisinya dapat memburuk, akan lebih cepat membantu kami dengan memberikan tingkat perawatan terbaik secepat mungkin, serta membantu mengelola tekanan pada NHS. Juga, kami juga dapat mengambil tingkat ortisol diperhitungkan ketika kami sedang mencari cara terbaik untuk merawat pasien kami."