Tingkat Kematian Rendah, Orang Asia Lebih Tangguh Hadapi Corona
- dw
Jepang yang menerapkan pembatasan jauh lebih lambat saat pandemi Covid-19 mencatat kasus infeksi dan kematian yang relatif rendah. Apa penyebabnya masih belum diketahui pasti oleh para ilmuwan.
Menteri keuangan Jepang, Taro Aso, yang berusia 79 tahun ketika ditanya wartawan tentang tema ini menjawab pendek dalam bahasa Jepang: “Mindo!“ Terjemahan bebasnya, tingkat budaya tinggi.
Stasiun televisi TBS misalnya berteori, bahasa Jepang sangat sedikit memiliki kata yang harus diucapkan kencang, karena itu lebih sedikit percikan aerosol pembawa virus. Banyak warga Jepang juga meyakini, pola dan menu makanan mereka melindungi dari serangan virus corona.
Seluruh Asia lebih tahan banting
Namun fenomena tahan virus corona ini bukan hanya muncul di Jepang. Seluruh Asia mencatatkan kasus infeksi dan kematian Covid-19 relatif sangat rendah. Secara statistik, Cina yang pertama melaporkan pecahnya pandemi, hanya mencatat tiga kasus kematian per satu juta warga.
Korea Selatan dan Indonesia masing-masing lima fatalitas per sejuta warga, Pakistan enam dan Jepang tujuh kasus fatalitas per sejuta warga. Bahkan Taiwan, Vietnam, Kamboja dan Mongolia tidak melaporkan ada satupun kasus kematian akibat Covid-19.
Bandingkan dengan tingkat fatalitas di Eropa dan Amerika yang sangat tinggi. Rekornya dicatat Italia, Spanyol dan Inggris dengan rata-rata 500 kasus kematian akibat Covid-19 per sejuta populasi. AS mencatat 300 kasus fatalitas per sejuta warga dan Jerman 100 per sejuta.
Jika perbedaaan besar kasus fatalitas Covid-19 ini merujuk pada jumlah uji virus corona di kalangan warga, hal itu juga tidak punya basis kuat. Korea Selatan misalnya, menjadi negara dengan jumlah uji virus corona paling tinggi sedunia. Jepang juga melakukan tes secara terarah sejak awal pecahnya pandemi virus corona.
Karena itu para ilmuwan mencari penyebab rendahnya kasus infeksi dan kematian Covid-19 dari sisi lainnya.