Trump Larang Pendukungnya Menuntut Jika kena Corona di Acara Kampanye
- vstory
VIVA – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan memulai mengadakan kampanye jelang pemilu pada bulan November 2020 mendatang. Sejumlah ahli menilai keputusan ini akan semakin membuat publik rentan tertular virus Corona COVID-19.
Untuk itu, tim kampanye Donald Trump telah meminta seluruh pendukungnya yang ingin hadir agar mendaftar secara online terlebih dahulu. Para pendukung juga harus menandatangani perjanjian tidak akan menuntut jika nantinya terkena COVID-19 di acara kampanye.
Baca Juga: Twitter Blokir 23.000 Akun Berbau Partai Komunis China
"Dengan menghadiri kampanye, Anda dan semua tamu yang lain dengan sukarela memahami risiko terpapar COVID-19 dan setuju tidak akan menuntut Donald J. Trump for President, BOK Center, ASM Global, atau yang berafiliasi lainnya mulai dari direktur, petugas, karyawan, agen, kontraktor, dan relawan bertanggung atas segala penyakit atau cedera," tulis keterangan di formulir pendaftaran seperti dikutip dari CNN, Jumat 12 Juni 2020.
Trump dilaporkan sudah tidak sabar ingin melakukan kampanye massal. Akan tetapi, belum diketahui pasti protokol kesehatan apa yang akan diterapkan dalam kampanye massal Trump.
AS hingga saat ini masih menjadi negara dengan kasus virus Corona terbanyak di dunia. Menurut data yang dikumpulkan ahli dari Johns Hopkins University sudah ada lebih dari 2 juta warga AS yang terinfeksi corona dengan total kematian mencapai sekitar 112 ribu.
Seorang profesor hukum di Fakultas Hukum Universitas New York, Catherine Sharkey, mengatakan, pelonggaran pembatasan seperti kegiatan kampanye akan menjadi rutinitas dari kehidupan masyarakan AS, meskipun virus Corona tetap menjadi ancaman.
Namun, Catherine menyoroti, pelonggaran pembatasan yang telah dilakukan Pemerintah AS hanya menawarkan perlindungan dasar terhadap tanggung jawab.
"Mereka hanya memberikan perlindungan terbatas, sehingga mereka tidak akan pernah benar-benar melindungi. Misalnya, kelalaian atau kecerobohan," kata Catherine.
"Orang bisa berargumen bahwa mengadakan pertemuan publik besar akan menyatukan orang-orang dalam konteks di mana mereka tidak dapat melakukan jaga jarak sosial atau mengikuti arahan protokol kesehatan. Tetapi, orang lain bisa berpendapat bahwa itu adalah keputusan yang lalai," ujarnya.