China Larang Mahasiswanya Belajar di Australia

Ilustrasi mahasiswa.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Pemerintah China telah menyerukan kepada seluruh mahasiswa yang sedang dan akan menempuh pendidikan di luar negeri khususnya Australia untuk mempertimbangkan kembali niat tersebut. Keputusan tersebut muncul karena adanya laporan sejumlah insiden diskriminasi rasial yang menyudutkan orang-orang keturunan Asia khususnya China di Australia.

Dilema Produsen Mobil Listrik China: Laris tapi Merugi

Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pendidikan China meminta kepada mahasiswa yang ingin belajar di luar negeri untuk melakukan riset risiko dan berhati-hati ketika memutuskan pergi atau kembali ke Australia. Sebab, di negara tersebut, dilaporkan banyak aksi rasialisme yang terjadi selama pandemi COVID-19.

"Selama pandemi, Australia telah menyaksikan banyak insiden diskirminasi yang menargetkan orang-orang keturunan Asia," disebutkan pihak Kementerian Pendidikan China, seperti dikutip The Guardian, Rabu 10 Juni 2020.

Pengadilan Domestik Akan Tentukan Sikap Inggris atas Perintah ICC untuk Tangkap Netanyahu

Peringatan ini muncul saat hubungan antara China dan Australia sudah mencapai titik terendah dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, Australia telah menegaskan untuk memimpin permintaaan penyelidikan indenpenden tentang asal-usul wabah virus Corona COVID-19.

Menanggapi desakan pemerintah Australia, China telah memperingatkan warganya untuk memboikot segala jenis barang dan jasa dari Negeri Kanguru tersebut. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China juga mengeluarkan peringatan perjalanan bagi warganya yang ingin pergi ke Australia.

Presiden Prabowo Setuju Pemindahan Tahanan Terpidana Narkoba Bali Nine

Imbauan Kementerian Pendidikan China ini diprediksi akan menambah kegelisahan universitas-universita di Australia saat ini. Apalagi baru-baru ini sektor universitas di Australia telah merilis pernyataan bahwa mereka akan kehilangan sekitar US$16 miliar hingga tahun 2023 karena dampak COVID-19.

Banyak universitas yang tengah berjuang karena serangkaian perubahan, termasuk penutupan perbatasan yang berdampak pada pendaftaran mahasiswa dari luar negeri. Terlebih, mahasiswa dari luar negeri sangat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberlangsungan hidup sebagian besar universitas di Australia.

Sebuah analisis yang dilakukan dua akademisi Universitas Melbourne menemukan, sekitara 7 universitas di Australia mengalami risiko tinggi dan akan menghadapi krisis uang tunai akibat penurunan pendapatan dari mahasiswa internasional.

Universitas lain yang termasuk dalam daftar risiko tinggi di antaranya adalah Monash University, RMIT, University of Technology Sydney, Central Queensland University, Southern Cross University, dan Canberra University. 

Analisis tersebut menemukan bahwa lembaga-lembaga itu memiliki cadangan uang tunai yang relatif tipis untuk menghadapi penurunan besar dalam pendapatan karena jumlah mahasiswa internasional menurun. Sebagian besar universitas memperoleh hingga 36 persen dari pendapatan mereka melalui kehadiran mahasiswa internasional.

Menteri Perdagangan Australia, Simon Birmingham mengatakan, pemerintahnya telah menetapkan proses untuk memberantas rasisme. "Kami adalah negara yang tidak menoleransi (rasisme)," katanya kepada ABC.

Birmingham mengaku bahwa negaranya memang tidak nol insiden rasisme. Namun pemerintah Australia akan melakukan segala upaya untuk menekan risiko tidak aman bagi orang yang datang ke negara tersebut.

Hubungan bilateral Australia dan China mengalami ketegangan sejak Canberra mengusulkan penyelidikan internasional tentang asal-usul virus Corona di Wuhan, China menjadi pandemi global. China pun membuat berbagai kebijakan ancaman, termasuk di bidang pendidikan dan perdagangan yang tak dinyana membuat hubungan kedua negara makin tegang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya