Hari Lingkungan Hidup: Dunia Diisolasi dan Krisis Zaman Modern
- Pixabay/Geralt
VIVA – Tahun 2020 menandai perayaan 46 tahun Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan tema 'Biodiversity: It’s time for nature’. Bagi kita semua, ini adalah Hari Lingkungan Hidup yang paling tidak biasa karena harus merayakannya secara sendirian.
Melalui COVID-19, planet ini telah memberikan peringatan terkuatnya bahwa manusia harus mengubah cara dalam merawatnya bumi. Saat manusia menggusur dunia secara alami, manusia menghancurkan ekosistem vital dan keanekaragaman hayati, yang tumbuh subur di sana.
Situasi itu menyebabkan perubahan iklim, dan membuka pintu bagi penyakit baru seperti COVID-19. Makanya, sudah waktunya bagi kita untuk mendengarkan peringatan dari planet ini.
Baca Juga:Â Kasus Kematian COVID-19 di Inggris Capai 40000
Tahun 2020 dimulai dengan berbagai berita yang menyedihkan. Mulai dari kebakaran hutan di Australia, pencairan gletser di Selandia Baru, letusan gunung berapi Taal di Filipina, Dubai dan Jakarta alami banjir, siklon, COVID-19, Kebocoron gas Vizag di India hingga serangan belalang yang menghantam benua Afrika.
Tidak seorang pun membayangkan bahwa mayoritas dunia akan diisolasi dan menyaksikan krisis pada zaman modern ini. Hal tersebut diakibatkan semua orang tidak mengindahkan peringatan sebelumnya, sehingga timbul bencana seperti sekarang ini.
Para ilmuwan selalu menyerukan tindakan yang lebih besar dan lebih mendesak terhadap ancaman perubahan iklim yang dihadapi manusia saat ini. Alarm pertama tentang pemanasan global dan iklim pada 40 tahun lalu membuat para ilmuwan mengatakan bahwa sangat sedikit tindakan yang telah dilakukan untuk sepenuhnya mengurangi dampak dari seluruh aktivitas manusia di planet ini.
Ketikan pandemi virus Corona terjadi dan mengancam hidup manusia, kita segera mengambil tindakan. Lockdown diberlakukan di berbagai negara, perjalanan antarkota atau antaranegara dibatasi, perintah penutupan pabrik diberlakukan, dan banyak lagi pembatasan yang dilakukan setiap pemerintah untuk memperlambat penyebaran virus Corona.
Semua ini terjadi karena tidak ada pilihan lain yang tersisa. Mereka hanya mau mendengarkan ini ketika semua itu datang ke kehidupan kita. Jika urgensi telah terlihat sebelumnya, mungkin saja kita akan terhindar dari epidemi seperti virus Corona.
Masalah kesehatan memiliki hubungan langsung dengan perubahan iklim. Penelitian telah menunjukkan hubungan yang kuat antara keanekaragaman hayati dengan skala penularan virus.
Suhu rata-rata bumi naik 1 derajat celsius sejak era pra-industri karena pemanasan global. Sebagai akibatnya, karena alasan ini, bencana alam seperti pencairan es, peningkatan permukaan laut, banjir, topan, kekeringan, dan gempa bumi mulai terjadi.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Amerika Science Reports menemukan bahwa spesies telah mulai bergeser dari garis khatulistiwa karena kenaikan suhu dan bergerak menuju kutub untuk menemukan tempat di mana kondisi lebih dingin untuk kelangsungan hidup mereka. Perubahan iklim juga mendorong hewan menuju dataran tinggi.Â
Migrasi spesies ini membuat mereka bersentuhan dengan patogen baru, yang belum berevolusi. Hewan-hewan ini juga stres dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, karenanya lebih sensitif terhadap infeksi.Â
Pembalakan hutan dan penebangan pohon yang dilakukan manusia dalam jumlah besar untuk urbanisasi, pembangunan pembangkit listrik. dan pabrik membawa manusia dalam kontak yang lebih dekat dengan hewan, interaksi di antara mereka meningkat. Menghancurkan habitat hewan yang mengarah pada kepunahan dan relokasi spesies dominasi, spesies invasif yang tangguh.
Penelitian menunjukkan bahwa ini menjadi kemungkinan untuk menampung dan mengirimkan patogen. Di lingkungan keragaman yang lebih tinggi, sering menyebabkan prevalensi infeksi yang lebih rendah pada inang. Ini disebut efek pengenceran.
Situasi ini menyiratkan bahwa di mana spesies berbeda dalam kerentanan terhadap infeksi oleh patogen. Daerah dengan keanekaragaman hayati yang rendah, memiliki tingkat penularan virus yang rendah.