Muncul Petisi Totak Tutup Koleksi Indonesia di Perpusnas Australia
- abc
Ia mengatakan sudah sejak remaja ia berhubungan dengan NLA sebagai bagian dari kehidupannya.
"Saya tinggal di Canberra sejak umur 12 tahun dan NLA itu termasuk bagian pengalaman saya besar di Canberra mencari buku untuk esai, tugas sekolah dan juga nonton film," katanya.
"Film Indonesia pertama yang saya tonton adalah Cut Nyak Dien di acara NLA kalau tidak salah," tambahnya.
Monika juga mengatakan thesis doktoralnya di ANU dan juga semua koleksi tulisan akademiknya mengenai orang Indonesia di Australia didapatkan dari koleksi Indonesia di NLA, termasuk penelitiannya mengenai warga keturunan Melayu di Pulau Kokos.
Karenya Monika mengaku sepenuhnya mendukung petisi agar NLA membatalkan rencana mereka mengurangi pendanaan bagi studi Asia di sana.
"Jangan potong koleksi Bahasa Indonesia dan publikasi Studi Indonesia di NLA, ini penting karena termasuk sejarah hubungan antara Australia dengan Indonesia dan juga mengenai orang Indonesia yang di Australia."
"Koleksi ini penting untuk mahasiswa, generasi muda, akademis di masa depan dan juga pengetahuan untuk masyarakat mengenai pentingnya hubungan ini, sejarah ini, Australia dengan Indonesia juga Asia, dan komunitas warga Asia di Australia," kata Monika.
"Menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan" Eva Fahrun Nisa Amrullah sekarang mengajar di Australian National University di Canberra.