Logo ABC

Mengapa Negara-Negara Kaya Sasaran Empuk Kematian Dahsyat Corona

Pekerja medis di salah satu rumah sakit di New York yang kewalahan dengan banyaknya kasus COVID-19.
Pekerja medis di salah satu rumah sakit di New York yang kewalahan dengan banyaknya kasus COVID-19.
Sumber :
  • abc

"Jadi bagi negara-negara yang mencoba berdalih bahwa mereka tidak punya waktu mempersiapkan diri, itu bukan alasan yang jujur," katanya.

"Mereka tidak perlu menunggu sampai 11 Maret, ketika sampai WHO menyebutnya pandemi," tambahnya.

taiwan.jpg Taiwan dinilai berhasil mencegah penyebaran virus corona dan sejauh ini hanya mencatat 440 kasus.

Reuters: Ann Wang

Apakah datanya bisa dipercaya?

Secara singkat, tidak. Begitu banyak variabel, dengan kapasitas, kemampuan, dan kejujuran yang sulit dipastikan.

Di Inggris, kematian di fasilitas perawatan lansia dan di rumah tidak dicatat selama berminggu-minggu.

Para ahli demografi juga membantah angka kematian Rusia yang relatif rendah, mengingat tingkat kematian Moskow untuk April saja tampaknya naik hampir 20 persen.

Menurut penelitian Johns Hopkins University, lebih dari 16 persen dari semua pasien yang terinfeksi COVID-19 di Belgia telah meninggal.

Di Prancis 15,3 persen, Inggris 14,1 persen, Spanyol 11,9 persen, dan Swedia 12,3 persen.

Menariknya, meski AS memiliki angka kematian aktual tertinggi, rasio kematian terhadap COVID-19 yang tercatat adalah 5,5 persen. Di Australia, hanya 1,5 persen.

Profesor McLaws mengakui angka kematian seringkali dihitung secara keliru dan dalam beberapa kasus, mungkin lebih tinggi.

Kelihatannya ada pandemi yang tidak dilaporkan di negara-negara berkembang, yang akan kian lebih jelas seiring berjalannya waktu.

"Virus ini sudah ada di Afrika, tapi mereka tidak memiliki sistem pengawasan yang baik," kata Profesor McLaws.

Profesor McVernon mengatakan kemiskinan atau tingkat pendapatan yang rendah tidak selalu menjamin terjadinya bencana.