WHO Kecam Keras Herd Immunity
- Freepik/freepik
VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengecam keras konsep herd immunity sebagai salah satu cara untuk mengatasi penyebaran virus Corona. WHO menyebut konsep tersebut sangat berbahaya.
"Manusia buka herds (sekumpulan ternak)," kata Direktur Eksekutif Program Kesehatan WHO, Dr Mike Ryan, seperti dikutip The Guardian.
Lantas apa itu herd immunity? Konsep herd immunity didasarkan pada pandangan yang terbentuk jika mayoritas populasi, biasanya 70-80 persen menjadi kebal terhadap penyakit. Ketika kekebalan ini terbentuk, penyebaran COVID-19 bukan lagi ancaman.
Kekebalan ini terbentuk setelah seseorang terinfeksi dan sembuh melalui vaksinisasi. Dalam kondisi saat ini, muncul anggapan untuk membentuk herd immunity dengan membiarkan virus ini menyebar pada sebgaian besar populasi. Terlebih, hingga kini, belum ditemukan vaksin virus corona.
Baca Juga: Para Warga Australia Berkali-kali Positif Corona COVID-19
Akan tetapi, pemikiran tersebut bisa menjadi bermasalah. Saat ini saja, rumah sakit dan tenaga medis sudah kewalahan menghadapi banyaknya pasien positif COVID-19. Apabila herd immunity dijalankan, maka semakin banyak pasien virus Corona yang tidak bisa ditangani dengan baik oleh rumah sakit.
Selain itu, belum ada bukti yang menyatakan imunitas tubuh dapat bekerja dalam menghadapi virus Corona. Seorang ahli epidemiologi penyakit menular di WHO, Maria Van Kerkhove, mengatakan, dirinya belum mengetahui apakan orang-orang yang telah terpapar virus menjadi kebal terhadap virus dan berapa lama kekebalan itu akan berjalan.
"WHO telah melihat beberapa hasil awal, beberapa studi pendahuluan, hasil pra-publikasi, di mana beberapa orang akan mengembangkan respons kekebalan. Kami tidak tahu apakah itu benar-benar memberikan kekebalan, yang berarti mereka terlindungi," kata Van Kerkhove, seperti dikutip CNN International.
"Vaksin adalah jawaban yang lebih baik. Maksud saya, baru-baru ini kami memiliki lebih dari 130 pengembang, ilmuwan, dan perusahaan yang berkumpul untuk mengatakan mereka bersedia bekerja bersama dengan kami untuk menemukan vaksin," ujarnya menambahkan.