Kejanggalan Proses Pelarungan ABK WNI di Kapal China
- imbc.com
VIVA – Hilangnya nyawa anak buah kapal (ABK) asal Indonesia terjadi kembali. Hal tersebut dialami oleh 4 orang dari 18 orang ABK yang bekerja dan sempat dipindah-pindahkan lintas kapal antara lain, Long Xing 629, Long Xing 802, Long Xing 605 dan Tian Yu 08.
Empat kapal berbendera China itu tercatat milik perusahaan Dalian Ocean Fishing, yang bergerak di sektor penangkapan ikan. Keempat ABK yang meninggal dilaporkan sebelumnya mengalami sakit kritis.
Perlakuan dan kondisi kerja buruk di atas kapal diduga menjadi penyebab utama. Tiga ABK warga negara Indonesia, yang meninggal secara berturut-turut dan jasad ketiganya telah dilarung di laut, berinisial MA, S dan A.
Rangkaian kematian tiga ABK yang dilarung tersebut diperkirakan terjadi dalam periode September 2019 hingga Februari 2020. Adapun 1 ABK terakhir lainnya dengan inisial EP meninggal pada April 2020, ketika sedang menjalani masa karantina di salah satu hotel di Busan, Korea Selatan.
Sementara 14 ABK Indonesia lainnya yang masih berada di Busan. Menurut rencana, mereka akan dipulangkan ke Indonesia pada Jumat, 8 Mei 2020.
Ketua Umum Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI), Ilyas Pangestu, mengatakan, pelarungan memang dikenal dalam hukum internasional. Namun, dalam praktiknya terhadap pelarungan jenazah ABK WNI di kapal China tersebut, terdapat sejumlah ketentuan yang diduga diabaikan.
"Ada kejanggalan memang, salah satu syarat pelarungan adalah 1 kali 24 jam, kemudian ini kan ada yang ganjil, apalagi almarhum A (salah satu korban), ini (diduga dilarung) dalam kurun waktu 3 jam," kata Ilyas, dalam diskusi secara virtual dengan tema 'Nyawa ABK Kita Seolah Tak Berharga', Kamis 7 Mei 2020.
Ilyas menerangkan, dalam proses pelarungan, harus juga ada izin dari pihak keluarga. Ia merasa ragu apabila dalam tiga jam tersebut izin keluarga bisa didapatkan. Terlebih, kondisi kapal sedang berada di tengah laut.
"Izin keluarga 3 jam kayaknya ini agak mustahil, apalagi kondisinya di tengah laut. Jadi, kami pahami benar ada payung hukum internasional pelarungan, tapi norma dan syarat harus tetap dipenuhi," ujarnya.
Terkait aturan larung, memang telah tertulis dalam peraturan ILO 'Seafarer’s Service Regulations'. Pelarungan jenazah di laut diatur di pasal 30.
Disebutkan, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban. Dalam aturan tersebut, pelarungan di laut mendapatkan izin setelah memenuhi beberapa syarat, yakni:
1. Kapal berlayar di perairan internasional
2. ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan.
3. Kapal tak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya.
4. Sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada)