Mayat WNI Dibuang dari Kapal China, GP Ansor: Ini Tindakan Biadab

Gus Yaqut
Sumber :
  • Screenshoot video GP Ansor

VIVA – Viral video pelarungan mayat anak buah kapal atau ABK asal Indonesia yang disiarkan stasiun televisi Korea Selatan menjadi sorotan. Banyak yang mengecam aksi sadis ini termasuk, Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor.

GP Ansor Kutuk Arogansi Polisi Banting Warga saat Jemput Keluarga di Pelabuhan Ambon

Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas lewat rilis yang diterima VIVA mengungkapkan, mengutuk keras dugaan kasus human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 18 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di Kapal China bernama Longxing.

“Tragedi kemanusiaan yang menimpa 18 ABK asal Indonesia tersebut adalah bentuk-bentuk perbudakan modern (modern slavery) dan diduga keras telah terjadi TPPO," tegas Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, Kamis, 7 Mei 2020.

Bantu Polri, GP Ansor Terjunkan Banser Amankan Natal dan Tahun Baru

Yaqut yakin hal itu bentuk perbudakan modern terlihat dari  cara perusahaan menangani ABK yang sedang sakit hingga penguburannya yang tidak manusiawi dengan cara melarung ke laut. 

"Ini tindakan biadab, sebab itu kami mengutuk keras,” tegas Yaqut. 

Bantuan Kemanusiaan Buat Korban Bencana di Sukabumi, Cianjur, dan Banten

GP Ansor, kata Yaqut, menuntut kepada Dalian, perusahaan yang mempekerjakan para ABK tersebut, meminta maaf secara terbuka kepada korban dan masyarakat Indonesia, serta memenuhi hak-hak pekerja sepenuhnya dan mengganti semua akibat pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan kepada ABK dan para ahli warisnya. 

Tak cuma itu, GP Ansor juga meminta Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak terkait lainnya untuk memberikan perlindungan maksimal kepada ke-14 ABK selama masa karantina hingga proses pemulangan ke Tanah Air.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Tuntut China soal Mayat ABK WNI Dibuang ke Laut

"Pemerintah Indonesia juga harus mengupayakan hak-hak ke-4 ABK yang meninggal dunia secara maksimal untuk diterimakan kepada ahli warisnya,” ujar Gus Yaqut, sapaan akrabnya.

Tak ingin kejadian ini terulang lagi, Gus Yaqut juga ingin Pemerintah Indonesia memperkuat perlindungan kepada ABK dan pekerja rentan lainnya. 

“Salah satunya dengan segera meratifikasi instrumen internasional seperti Konvensi ILO No. 188 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing),” ujar Gus Yaqut, yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini.

GP Ansor, lanjut  Gus Yaqut, sangat menyesalkan terjadinya tragedi kemanusiaan dan pelanggaran serius hak-hak buruh ini. Pihaknya pun berjanji akan memberikan pendampingan hukum melalui LBH Ansor dan bekerjasama dengan pihak-pihak lain untuk mengupayakan perlindungan terbaik kepada ke-14 ABK dan ahli waris dari 4 ABK yang gugur dalam tugas.

Gus Yaqut menceritakan, mendapat kabar dugaan TPPO yang menimpa 18 ABK asal Indonesia ini langsung dari Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) Korea Selatan, Ari Purboyo. 

Menurut Ari pada Gus Yaqut, ke-18 ABK tersebut sudah mengarungi lautan lepas semenjak setahun lalu. Menurut keterangan salah satu ABK yang disampaikan ke Ketua SPPI Korea Selatan, mereka hanya digaji sebesar 140.000 won atau setara Rp1,7 juta setelah 13 bulan bekerja.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya