Penyakit Kawasaki Anak Meningkat di Inggris, Diduga Akibat COVID-19
- Pixabay/smengelsrud
VIVA – Para dokter di Inggris, Italia dan Spanyol mengeluarkan peringatan mengenai timbulnya kondisi peradangan yang jarang terjadi pada anak-anak, diduga terkait dengan coronavirus COVID-19.
Awal pekan ini, Pediatric Intensive Care Society Inggris mengeluarkan peringatan kepada para dokter bahwa dalam tiga minggu terakhir telah terjadi peningkatan radang multi-sistem pada anak, yang membutuhkan perawatan intensif. Ada kekhawatiran sindrom COVID-19 pada anak-anak atau mungkin ada penyakit berbeda, yang memicu peradangan tersebut.
"Kita sudah tahu bahwa sejumlah kecil anak-anak dapat mengalami sakit parah karena COVID-19, meski ini sangat jarang. Penyakit baru dapat muncul dengan cara yang mengejutkan, sehingga dokter harus sadar akan bukti yang muncul dari gejala tersebut," kata Russel Viner, Presiden Royal College of Paediatrics and Child Health, dikutip dari USA Today, Rabu 29 April 2020.
Kasus-kasus ini juga dilaporkan memiliki fitur sindrom syok toksik atau penyakit Kawasaki, berupa kelainan pembuluh darah yang langka. Hanya beberapa anak yang dinyatakan positif COVID-19, sehingga para ilmuwan belum yakin apakah gejala-gejala langka ini disebabkan oleh coronavirus baru atau sesuatu yang lain. Di Inggris, ada sekitar 10-20 kasus terkait penyakit ini.
Asosiasi Pediatri Spanyol baru-baru ini juga mengeluarkan peringatan yang sama bahwa dalam beberapa minggu terakhir, ada sejumlah anak usia sekolah yang menderita sakit perut tidak biasa disertai dengan gejala gastrointestinal, yang dapat menyebabkan shock dalam beberapa jam, tekanan darah rendah dan masalah jantung.
Di Italia, Dr. Angelo Ravelli dan timnya dari Gaslini Hospital melaporkan peningkatan yang tidak biasa dalam jumlah pasien dengan penyakit Kawasaki. Mereka juga mencatat ada beberapa anak yang terinfeksi COVID-19 atau memiliki kontak dengan kasus virus yang dikonfirmasi.
Gejala Kawasaki pada anak biasanya mencakup suhu badan tinggi yang berlangsung selama 5 hari atau lebih, ruam dan kelenjar bengkak di leher. Seorang dosen klinis dari Warwick Medical School mengatakan meski laporan itu mengkhawatirkan, masih belum ada bukti kuat bahwa sindrom langka itu disebabkan oleh COVID-19.