Logo BBC

Mengapa Negara yang Dipimpin Perempuan Lawan Wabah Corona Lebih Baik

BBC Indonesia
BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

"[Keberadaan perempuan] menciptakan keputusan yang lebih baik karena ada pandangan baik dari pria maupun dari perempuan," paparnya kepada BBC.

Kondisi ini kontras dengan aksi menepuk dada dan menyanggah sains seperti yang dilakukan pemimpin pria, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro.

President Jair Bolsonaro
Getty Images
Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, menyebut Covid-19 "flu kecil" dan berulang kali tidak mengindahkan menjaga jarak sosial.

Rosie Campbell, direktur Global Institute for Women`s Leadership di King`s College London, menilai "gaya kepemimpinan tidaklah inheren pada pria dan perempuan".

"Namun, karena dari cara kita bersosialisasi, perempuan yang lebih berempati dan pemimpin yang berkolaborasi lebih diterima. Dan sayangya ada banyak pria yang jatuh ke dalam kategori narsistik, hiperkompetitif," kata Campbell.

Dia meyakini karakteristik ini dalam kepemimpinan pria "diperparah oleh massa populis yang mengubah politik".

Masalah dengan politik `macho`

Para pemimpin populis, menurut Campbel, bergantung pada "pesan-pesan sederhana" guna menggalang dukungan dan ini kerap berdampak pada pendekatan mereka dalam menangani pandemi.

Para pemimpin di AS, Brasil, Israel, dan Hongaria, sebagai contoh, beberapa kali berupaya menyalahkan hal-hal eksternal, seperti orang-orang asing yang "mengimpor penyakit" ke dalam negara.

"Trump dan Bolsonaro memilih persona ultra-macho. Itu tidak diprogram dalam biologi mereka bahwa mereka harus bersikap seperti itu, tapi mereka yang memilih demikian," kata Campbell.

"Kemungkinan perempuan berada di kubu populis radikal kanan dipandang kecil. Ada beberapa pengecualian, seperti Marine Le Pen [di Prancis]. Namun, secara keseluruhan, sikap itu terkait dengan jenis politik yang sangat individualistik, politik macho."

Angela Merkel
Clemens Bilan - Pool/Getty Images
Kanselir Merkel dipandang banyak pihak sebagai "juara Eropa" dalam perlawanan menghadapi virus corona.

Respons terhadap krisis Covid-19 tentu sangat beragam, karena setiap negara punya realitas sosio-ekonomi dan ketersediaan sumber daya masing-masing—aspek-aspek yang mungkin tidak terkait dengan gender.