Mengapa Negara yang Dipimpin Perempuan Lawan Wabah Corona Lebih Baik
- bbc
Kemudian di Taiwan, yang secara resmi merupakan bagian dari China, Presiden Tsai Ing-wen membentuk pusat pengendalian epidemi serta memerintahkan untuk melacak dan menghambat penyebaran virus.
Taiwan juga meningkatkan produksi alat pelindung diri (APD), seperti masker wajah. Sejauh ini, Taiwan mencatat enam orang meninggal dunia di antara 24 juta jiwa penduduk.
Sementara itu di Selandia Baru, PM Jacinda Ardern mengambil salah satu kebijakan terketat di dunia dalam menghadapi Covid-19. Alih-alih "meratakan kurva" kasus-kasus positif sebagaimana dilakukan negara-negara lain, pendekatan Ardern adalah benar-benar menghentikan penyebaran.
Seluruh penduduk Selandia Baru ditempatkan dalam karantina wilayah alias lockdown ketika korban jiwa mencapai enam orang. Pada 20 April, jumlah kematian akibat virus corona mencapai 12 orang.
Namun, terlepas dari fakta bahwa negara-negara tersebut dipimpin perempuan, ada kesamaan lain dari negara-negara yang merespons krisis ini dengan baik:
Negara-negara itu adalah negara dengan ekonomi maju, yang memiliki sistem penyokong kesejahteraan dan kerap mencatat angka tinggi pada sebagian besar indikator pembangunan sosial.
Selain itu, negara-negara tersebut punya sistem layanan kesehatan yang kuat sehingga mampu menangani kondisi darurat.
Lalu, apakah kualitas sebuah negara ditentukan oleh pemimpin? Atau mungkin lebih spesifik, pemimpin perempuan?
`Semuanya tentang keragaman`
Cara para pemimpin perempuan terpilih ini bertindak dalam kancah politik memainkan peranan, kata para pengamat.
"Saya pikir perempuan tidak memiliki satu gaya kepemimpinan yang berbeda dibanding pria. Namun ketika perempuan mewakili posisi kepemimpinan, hal itu mendatangkan keragaman dalam pembuatan kebijakan," kata Dr Geeta Rao Gupta, direktur eksekutif Program 3D untuk perempuan sekaligus peneliti senior di UN Foundation.