Keren, Korsel Masih Mampu Gelar Pemilu di Tengah Wabah Corona
- bbc
Korea Selatan menggelar pemilihan umum dengan cara dan situasi yang sangat berbeda jika dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya.
Pada pemilu kali ini, setiap pemilih harus memakai masker dan berdiri setidaknya satu meter satu sama lain. Di TPS (tempat pemungutan suara), mereka harus diperiksa suhu tubuhnya, mencuci tangan, dan memakai sarung tangan plastik.
Barulah kemudian mereka diberikan kertas suara dan diperbolehkan menuju bilik suara.
Beragam hal ini adalah sebagian langkah yang ditempuh pihak berwenang Korsel dalam menggelar pemilihan umum DPR di tengah pandemi Covid-19.
Sebanyak 300 kursi diperebutkan dalam pemilu DPR kali ini. Sebanyak 35 partai telah mendaftarkan kandidat mereka, namun pertarungan sebenarnya disebut-sebut antara Partai Minjoo (Demokratik) dan oposisi utama, Partai Masa Depan Bersatu yang berhaluan konservatif.
- Penanganan virus corona ala Korea Selatan layak jadi panutan?
- Virus corona: Empat tahapan pilkada serentak 2020 ditunda, apa dampaknya?
- Crash Landing on You: Mengapa drama Korea bertema percintaan antara warga Korsel dan Korut ini banyak dipuji
- Mengapa warga Korsel lebih takut pada stigma daripada virus corona
Penanganan pemerintah dalam menghadapi wabah virus corona mendominasi semua diskusi selama masa sebelum pemilu. Topik ini lebih banyak dibicarakan ketimbang ekonomi dan skandal korupsi melibatkan staf presiden.
Pemilu DPR dipandang sebagai tes popularitas kandidat dan partai menjelang pemilu presiden pada 2022 mendatang.
`Hak kami untuk memilih`
Sejumlah kalangan risau ada kekisruhan dalam pemilu kali ini. Namun, sejauh pemantauan saya pada awal-awal pemungutan suara, keadaannya tenang.
Para pemilih mengantre di tempat yang ditentukan dengan kalem dan sabar menunggu giliran.
"Saya pikir mungkin pemilu seharusnya ditunda karena orang-orang tidak mau memilih. Namun, sekarang setelah saya di sini dan melihat banyak orang, saya tidak khawatir," kata seorang perempuan yang hendak memberikan suaranya.
Ketakutan terhadap penularan virus corona tampak tidak menggentarkan khalayak.
Lebih dari 11 juta orang, sekitar 26% populasi Korsel, telah memberikan suara mereka lebih dulu. Sebagian melalui surat, namun sebagian lainnya berkunjung ke TPS yang didirikan di berbagai tempat pada Jumat dan Sabtu.
Jumlah suara yang masuk lebih awal mencapai rekor. Ini juga pertama kalinya warga berusia 18 tahun diperbolehkan menggunakan hak suara.
Kami bertemu sejumlah pemilih muda di Stasiun Seoul. Mereka dengan gembira ikut ambil bagian. Pandemi tidak membuat mereka risau.
"Ini hak kami untuk memilh," cetus salah seorang pemilih pertama yang sedang berada di antrean.
"Memilih adalah kewajiban kami," timpal seorang pemilih pertama lainnya. Dia mengaku sarung tangan plastik sedikit "tidak nyaman" namun benda itu membuatnya merasa aman.
Memilih dari karantina di klinik
Korea Selatan tidak pernah menunda pemilu. Bahkan, selama Perang Korea pada 1952 lampau, pemilihan presiden terus berlangsung.
Tantangan terbesar bagi petugas pelaksana pemilu adalah menghindari risiko penularan.
Mereka memutuskan bahwa jika suhu tubuh seorang pemilih di atas 37,5 derajat Celsius, yang bersangkutan akan dibawa ke tempat terpisah dan menjauh dari orang lain.
Para pasien Covid-19 yang sedang dirawat diberikan pilihan untuk memberikan suara mereka melalui surat.
Namun, sejumlah TPS juga didirikan di luar kawasan permukiman yang khusus menampung ratusan orang bergejala ringan.
Kami menyaksikan seorang perempuan bermasker dengan pakaian pasien rumah sakit keluar dari tempat tersebut, kemudian diberikan kertas suara oleh petugas dengan alat pelindung diri lengkap.
TPS itu sengaja ditempatkan di luar guna mencegah risiko penularan.
"Awalnya saya berpikir tidak bisa memilih dan saya kecewa," ujarnya kepada kantor berita Reuters. "Namun begitu saya mendengar kami bisa memilih, saya berterima kasih atas kesempatan ini," lanjutnya.
Sebelumnya, topik bahasan utama di Korsel adalah bagaimana mengatur 60.000 orang di dalam karantina yang tersebar di berbagai penjuru negeri untuk menuju TPS.
Tantangan itu dijawab melalui serangkaian instruksi.
Para pemilih yang berada di karantina diperbolehkan memberikan hak suara mereka dalam kurun waktu tertentu dan TPS tertentu. Mereka dapat keluar rumah dari pukul 17.20 sampai 19.00 pada hari pencoblosan. Mereka hanya boleh berjalan kaki atau memakai kendaraan pribadi ke TPS, tapi tidak boleh menggunakan transportasi umum.
Setibanya di rumah, mereka harus menghuungi petugas kesehatan. Jika ini tidak dipatuhi, kami diberitahu bahwa polisi akan dikerahkan untuk mencari mereka.
Sejumlah orang sudah melanggar aturan karantina di Korsel bulan lalu, sehingga itu sebabnya aparat mengawasi pelaksanaan pemilu ini dengan ketat.
Ratusan ribu petugas dikerahkan
Pihak berwenang Korsel mengerahkan 550.000 petugas untuk menyiapkan TPS sekaligus memastikan semuanya berjalan lancar pada hari pencoblosan.
Para petugas itu pula yang mendisinfektan 14.000 TPS serta menandai jalur antrean sehingga sesama pemilih tidak berdiri berdekatan satu sama lain.
Beragam tugas ini memerlukan waktu dan upaya keras, namun sepertinya banyak orang gembira demi demokrasi.
"Semuanya paham keseriusan situasi dan menunjukkan sikap warga negara yang dewasa dengan menyemangati para petugas pemilu, alih-alih mengeluh," kata kepala distrik Yongsan di Seoul, , Sung Jang-hyun, kepada BBC.
Pelantang suara dan baku sikut
Bagaimanapun, virus corona berdampak pada pelaksanaan kampanye.
Di Korsel, masa pemilu kerap ingar-bingar. Truk berisi pelantang suara meluncur di sekitar kawasan permukiman serta para politisi dan staf mereka berteriak-teriak.
Namun, tahun ini, kampanye dengan bermasker telah menggantikan pawai massal. Jabat tangan pun digantikan dengan baku sikut dan kepalan tangan.
Bahkan, suatu waktu, Dr Jung dari Pusat Pengendalian Penyakit Korea mendesak para politisi untuk "senyum dengan mata" saja.
Cara berkampanye di tengah pandemi Covid-19 tidak menghentikan mereka.
Seorang pembelot Korea Utara, Thae Yong-ho, berkampanye untuk menduduki kursi parlemen Korsel. Dia memutuskan membuat video rap. "Drop the beat" adalah kata-kata pembukanya.
Virus corona juga mengubah konten kampanye. Pada Januari lalu, tema kampanye didominasi oleh perlambatan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan perundingan yang mandek dengan Korut.
Kini, tema utamanya adalah cara penanganan Covid-19.
Para pejabat Kementerian Kesehatan mampu mengendalikan jumlah kasus pada Februari dan Maret dengan sigap dan efektif melalui pelacakan dan pengujian orang-orang yang mungkin tertul
Jumlah orang yang tertular memuncak pada Februari, ketika sekitar 900 orang terinfeksi dalam sehari.
Kini jumlah kasus baru per hari turun di bawah 50 dan lebih dari 7.000 orang pulih dari Covid-19.
Fakta ini memberikan dorongan terhadap Partai Demokratik pimpinan Presiden Moon Jae-in.
Di sisi lain, Partai Masa Depan Bersatu selaku kubu oposisi, mengapresiasi ribuan tenaga kesehatan di garis depan.
Ada kerisauan bahwa menggelar pemilu bisa memicu gelombang kedua penularan di Korsel.
Namun, sejauh ini, Korsel bersikukuh membuktikan bahwa pemilu tidak mustahil dilakukan di tengah pandemi.