Ada Peran BIN di Balik Bebasnya Dua WNI yang Disandera Abu Sayyaf
- VIVA.co.id/CBC news
VIVA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia mengapresiasi Filipina yang membebaskan dua dari tiga nelayan warga negara Indonesia (WNI) dari kelompok teroris Abu Sayyaf pada Minggu, 22 Desember 2019.
Selain itu, Kemlu juga mengucapkan duka cita atas gugurnya satu personel militer Filipina dalam operasi pembebasan sandera di Jolo, Filipina Selatan.
"Dua nelayan Indonesia yang bebas, ML dan SM, kini menjalani pemeriksaan kesehatan dan selanjutnya akan segera direpatriasi ke Indonesia. Kami berharap satu sandera, MF, bisa secepatnya dibebaskan," demikian keterangan resmi Kementerian Luar Negeri, hari ini.
Indonesia dan Filipina bekerja sama erat dalam membebaskan dua nelayan WNI yang telah disandera Abu Sayyaf selama 90 hari. Berbagai langkah diplomasi telah dilakukan sejak awal.
Melalui pembicaraan langsung antara Presiden Jokowi dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana.
Pembicaraan tersebut ditindaklanjuti dengan koordinasi internal yang dilakukan Kementerian Polhukam. Pembicaraan lalu ditindaklanjuti melalui kerja sama intensif antara Badan Intelijen Indonesia (BIN) dengan militer Filipina.
Alhasil, operasi pembebasan sandera berhasil menjejak posisi penyandera (Abu Sayyaf) lalu terjadi kontak senjata pada Minggu pagi, 22 Desember 2019, yang berakhir dengan bebasnya dua nelayan WNI.
Seperti diketahui, kedua nelayan WNI yang berhasil dibebaskan ini diidentifikasi sebagai Marahudin Lunani (48) dan Samiun Maneu (27).
Sementara satu nelayan WNI bernama Muhammad Farhan (27) masih ditahan oleh Abu Sayyaf. Ketiga nelayan WNI ini diculik di Lahad Datu, Malaysia pada September 2019.
Komandan Komando Militer Mindanao Barat, Letnan Jenderal Cirilito Sobejana, mengaku telah menutup daerah itu untuk mempersempit ruang gerak Abu Sayyaf.
"Kami sangat yakin bisa membebeaskan tawanan yang tersisa," ungkapnya, seperti dikutip dari The Star, Minggu, 22 Desember 2019.
Sobejana menuturkan bahwa operasi militer ini merupakan bagian dari upaya Angkatan Bersenjata Filipina untuk memenuhi target Presiden Rodrigo Duterte dalam 'menetralisir' kekuatan Abu Sayyaf.
"Kami juga menargetkan dua pemimpin kunci Abu Sayyaf, yaitu Hatib Hajan Sawadjaan dan Radullan Sahiron," tegas dia.