WNI Disandera Abu Sayyaf Belum Bebas, Filipina Punya Pasukan Khusus
- YouTube
VIVA – Kelompok teroris Abu Sayyaf hingga kini masih menyandera tiga nelayan warga negara Indonesia (WNI) di Filipina Selatan. Ketiga nelayan tersebut adalah Samiun Maneu (27), Maharudin Lunani (48), dan putranya bernama Muhammad Farhan (27). Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 30 juta peso atau Rp8,37 miliar.
Ketiga WNI tersebut diculik saat melaut dan mencari udang di Pulau Tambisan, Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada 24 September 2019. Meski posisinya kian terdesak, namun Abu Sayyaf masih menimbulkan ancaman keamanan. Terlebih, Abu Sayyaf sudah menjadi kepentingan nasional Filipina.
Seperti diketahui, Filipina juga memiliki unit tempur khusus seperti Sat-81 Gultor Kopassus atau Denjaka Marinir. Namanya Resimen Scout Rangers atau 1st Scout Ranger Regiment. Resimen ini sudah biasa berhadapan dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan Abu Sayyaf di Filipina Selatan.
Seperti apakah pasukan khusus kebanggaan Filipina itu? Mengutip situs globalsecurity.org, Scout Ranger merupakan pasukan komando elit utama di bawah Komando Pusat Operasi Khusus Angkatan Bersenjata Filipina yang dibentuk pada 25 November 1950.
Mereka berspesifikasi khusus perang antigerilya dan salah satu unit tempur terbaik dunia. Disebut terbaik dari terbaik lantaran resimen ini adalah gabungan dari tiga pasukan khusus dari tiga matra yaitu darat (1st Special Forces Regiment), laut (Philippine Marine Corps Force Recon Battalion) dan udara (710th Special Operations Wing).
Unit yang memiliki motto "We Strike" ini diketahui berkekuatan empat batalion dengan jumlah personil sekitar 5.000 prajurit. Adapun operasi khusus yang dilakoninya antara lain Operation Enduring Freedom, Philippines Anti-guerilla operations against the NPA serta pemberontak MILF.
Sebagai informasi, penculikan WNI kerap terjadi. Pada 2016, Pemerintah Filipina mengonfirmasi kabar penculikan 10 awak kapal tunda (tugboat) asal Indonesia oleh militan Abu Sayyaf, dan mereka meminta tebusan.
Alhasil, 18 personel pasukan khusus Filipina tewas di tangan Abu Sayyaf, meski pada akhirnya, 10 WNI tersebut telah dibebaskan pada 1 Mei 2016.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, meminta pemerintah supaya jangan ada kompromi dengan Abu Sayyaf.
"Jangan kompromi sama teroris. Tapi kok berulang-ulang, ya (penculikan WNI)? Berarti harus dievaluasi. Kalau enggak salah (kejadian) ini yang keempat," katanya di Jakarta, Rabu, 11 Desember 2019.
Menurutnya, harus dievaluasi di mana celah yang kurang termonitor, termasuk juga bentuk kerja samanya yang harus dievaluasi. "Intinya jangan kompromi," tegas Syarief.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan kelompok teroris Abu Sayyaf masih menutup diri. Ia pun mengaku pemerintah tak akan begitu saja menuruti kemauan Abu Sayyaf yang meminta tebusan sekitar Rp8,37 miliar tersebut.
Presiden Joko Widodo telah meminta kepada Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk mengintensifkan segala upaya dalam pembebasan tiga orang warga negara Indonesia yang disandera Abu Sayyaf di wilayah Filipina Selatan.